Tag Archives: PDIP

Tiga Kepala Daerah Usungan PDIP di Jambi Tetap Hadiri Retret di Magelang

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, memberikan arahan kepada para kepala daerah dari partainya untuk menunda kegiatan retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Namun, terdapat tiga kepala daerah yang tetap mengikuti kegiatan tersebut meskipun berasal dari PDIP.

Ketiga kepala daerah tersebut adalah Gubernur Jambi Al Haris, Bupati Batanghari Muhammad Fadhil Arief, dan Bupati Tanjung Jabung Timur Dillah Hikmah Sari.

Dalam perjalanan politiknya, pasangan Al Haris dan Abdullah Sani mendapat dukungan dari PDIP serta 12 partai politik lainnya, termasuk Partai Gerindra. Walaupun keduanya bukan kader asli PDIP, mereka tetap diusung partai tersebut dalam Pilkada dan berhasil memenangkan kontestasi.

Al Haris sendiri merupakan kader PAN dan menjabat sebagai Ketua MPW PAN Jambi. Ia kembali maju di Pilgub Jambi 2024 dengan dukungan partainya. Sementara itu, Abdullah Sani yang sebelumnya adalah kader PDIP, kini tercatat sebagai anggota PKB. Saat Pilgub 2020, ia mengundurkan diri dari PDIP karena tidak mendapatkan dukungan dari partai tersebut.

Selain itu, Bupati Batanghari Muhammad Fadhil Arief bersama wakilnya, Bakhtiar, juga mendapat dukungan PDIP beserta partai lainnya.

Meskipun bukan kader asli PDIP, Fadhil dan Bakhtiar tetap maju dalam Pilkada dengan dukungan dari partai tersebut. Fadhil sendiri adalah kader murni PPP dan menjabat sebagai Ketua DPW PPP Provinsi Jambi. Sementara itu, Bakhtiar, yang menjabat sebagai Wakil Bupati Batanghari, merupakan kader Partai NasDem dan Ketua DPD partai tersebut.

Di sisi lain, PDIP juga mengusung pasangan Dilla Hikmah Sari dan Muslimin Tanja dalam Pilkada Tanjung Jabung Timur. Mereka berhasil memenangkan pemilihan. Dilla, yang saat ini menjabat sebagai Bupati Tanjabtim, mendapat dukungan dari sembilan partai politik lainnya.

Dilla sendiri merupakan kader PAN sejak awal karir politiknya dan pernah menduduki posisi Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi periode 2009-2014.

Walaupun dalam Pilbup Tanjabtim 2024 Dilla tidak mendapatkan dukungan langsung dari PAN, ia tetap aktif di partai tersebut. Sementara itu, wakilnya, Muslimin Tanja, maju dalam Pilkada Tanjabtim sebagai calon independen. Ia memiliki latar belakang sebagai profesional dan pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Polling Indonesia.

Ketiga kepala daerah yang diusung PDIP di Jambi saat ini sudah berada di Magelang untuk mengikuti retret yang digelar sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

Sebelumnya, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan agar kepala daerah dari PDIP menunda keikutsertaan dalam retret di Magelang. Instruksi tersebut tertuang dalam surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan pada Kamis (20/2).

Dalam surat yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp, Megawati mengeluarkan dua poin instruksi utama.

“Poin pertama, seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP diminta untuk menunda perjalanan ke Magelang dalam rangka mengikuti retret yang dijadwalkan pada 21-28 Februari 2025,” tulis surat tersebut.

Lebih lanjut, Megawati juga meminta agar mereka yang sudah dalam perjalanan ke Magelang segera menghentikan perjalanan dan menunggu arahan berikutnya dari pimpinan partai.

PDIP Bantah Tuduhan Pecah Belah Prabowo-Jokowi, Deddy Sitorus Sindir PKB

Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus, menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, yang meminta dirinya tidak memperkeruh hubungan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Deddy menilai tuduhan bahwa PDIP ingin memisahkan Jokowi dan Prabowo tidak berdasar.

“Ya mungkin dia bangun kesiangan, tiba-tiba menuduh PDI Perjuangan mau memisahkan Pak Jokowi dan Pak Prabowo,” ujar Deddy saat ditemui di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2025). Menurutnya, hubungan antara Jokowi dan Prabowo adalah urusan pribadi mereka, dan PDIP tidak memiliki kepentingan untuk mencampuri, apalagi berupaya memisahkan keduanya.

“Itu urusan mereka berdua. Kami tidak punya kepentingan untuk merekatkan atau memisahkan mereka. Politik selalu berbasis kepentingan. Jika mereka memiliki kepentingan yang sama, tidak ada pihak yang bisa memisahkan. Jadi, Bung Jazilul lebih baik fokus pada partainya sendiri,” lanjutnya.

Ketika ditanya apakah ada kepentingan PKB dalam dinamika hubungan Prabowo dan Jokowi, Deddy kembali menanggapi dengan sindiran. “Ya, artinya dia bangun kesiangan. Tiba-tiba mengigau dan menuduh kita ingin memisahkan Pak Jokowi dan Pak Prabowo,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa selama ada kepentingan yang sejalan, hubungan politik akan tetap terjalin, tetapi jika kepentingan berubah, perpisahan bisa terjadi secara alami. “Kalau kepentingan mereka masih sama, mereka akan tetap bersama. Tetapi kalau sudah berbeda, mereka akan berpisah sendiri tanpa campur tangan pihak lain,” kata Deddy.

Saat ditanya apakah hubungan Jokowi dan Prabowo selama ini hanya didasarkan pada kepentingan politik, Deddy memberikan jawaban tegas. “Di politik, tidak ada belas kasihan. Politik itu soal kepentingan. Meski di tingkat yang lebih tinggi, ada aspek moral dan keberpihakan,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa jika suatu saat Jokowi dan Prabowo berpisah, itu murni keputusan mereka, bukan karena pengaruh pihak lain. “Kalau ada perpisahan antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo, itu terjadi di antara mereka berdua, bukan karena pihak luar,” pungkasnya.

Sebelumnya, Prabowo sempat menyampaikan bahwa ada pihak-pihak yang berusaha memisahkan dirinya dari Jokowi. Hal ini ia sampaikan saat menghadiri Pembukaan Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim International Expo (JIExpo), Surabaya, Senin (10/2/2025). “Ada yang sekarang mau memisahkan saya dengan Pak Jokowi. Lucu juga, jadi bahan tertawaan saja,” ujar Prabowo.

Ia meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh narasi tersebut, karena menurutnya, upaya memecah belah bangsa adalah taktik yang digunakan oleh pihak-pihak yang tidak ingin melihat Indonesia bersatu. “Pecah belah itu adalah strategi mereka yang tidak suka Indonesia maju. Kita tidak perlu menghiraukannya,” kata Prabowo.

Prabowo juga mengakui bahwa ia banyak belajar tentang politik dari Jokowi dan menekankan pentingnya menghormati pemimpin, baik yang masih berkuasa maupun yang sudah tidak menjabat. “Saya belajar dari Pak Jokowi. Tidak perlu malu mengakuinya. Kadang orang yang sudah tidak berkuasa malah dijelek-jelekkan, jangan begitu. Kita harus menghormati semua pemimpin,” tutupnya.

Politik Peningkatan PPN: PDIP dan Gerindra Berseteru, Begini Latar Belakangnya

Jakarta – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025, menuai perdebatan sengit di kalangan elite politik. Hal ini seiring dengan disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur perubahan tarif tersebut.

Dalam Pasal 7 Ayat (1) UU HPP, disebutkan bahwa PPN 11 persen berlaku mulai 1 April 2022, dengan ketentuan tarif PPN bisa ditingkatkan menjadi 12 persen paling lambat pada 2025. Pasal 7 Ayat (3) menegaskan bahwa tarif PPN dapat diubah dalam rentang 5 hingga 15 persen.

Namun, baru-baru ini, polemik muncul di DPR terkait dengan siapa yang paling bertanggung jawab atas pengesahan Undang-Undang tersebut. Partai Gerindra yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto mengkritik sikap PDIP yang kini menentang kenaikan tarif PPN, padahal partai tersebut terlibat dalam pembahasan dan pengesahan RUU HPP.

Lini masa perjalanan UU HPP dimulai dengan pengusulan oleh pemerintah pada Mei 2021. RUU ini, yang pada awalnya dikenal dengan nama RUU KUP, berubah menjadi RUU HPP setelah mendapat pembahasan panjang di parlemen. Pembahasan yang dimulai pada Juni 2021 tersebut melibatkan berbagai fraksi, dengan delapan fraksi setuju untuk mengesahkan RUU tersebut pada 29 September 2021.

Meski sebagian besar fraksi setuju, PKS menentang kenaikan PPN menjadi 12 persen. Partai ini berpendapat bahwa kenaikan PPN tersebut akan menghambat pemulihan ekonomi nasional, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku UMKM.

PDIP, yang sebelumnya menyetujui kenaikan tarif, menyatakan bahwa penguatan sistem perpajakan yang adil dan efektif adalah kunci keberlanjutan APBN. Namun, mereka juga menyuarakan pentingnya menjaga beban pajak bagi masyarakat kecil dan UMKM agar tidak terlalu membebani.

Di sisi lain, Gerindra mendukung program pengungkapan sukarela wajib pajak sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak di Indonesia. Mereka berharap sistem perpajakan yang lebih transparan dapat meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan.

Perseteruan ini menunjukkan bahwa meski UU HPP sudah disahkan, perdebatan mengenai dampak dan implementasinya masih menjadi topik panas di kalangan politisi dan masyarakat.

PDIP Akui Kehadiran Jokowi di Politik Sebagai Kesalahan Partai

Ketua DPP PDIP, Deddy Yevry Sitorus, mengakui bahwa kehadiran Joko Widodo alias Jokowi di panggung politik Indonesia adalah kesalahan partainya. Deddy menyebutkan bahwa meskipun PDIP bertanggung jawab menghadirkan Jokowi, partai tersebut tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan oleh Jokowi selama masa jabatannya.

“Secara terus terang, mohon maaflah Jokowi hadir di panggung politik dosa kita, tapi kita kan tidak berdosa dengan semua kelakuannya,” kata Deddy dalam sebuah acara rilis survei Nagara Institute bertema “Toleransi Pemilih Terhadap Politik Dinasti pada Pemilu dan Pilkada 2024”, yang disiarkan melalui kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (19/12).

Deddy juga menekankan bahwa PDIP tidak dapat disalahkan sepenuhnya atas semua keputusan dan tindakan Jokowi. Dia mengakui bahwa meskipun Jokowi dibina sebagai kader PDIP, tindakannya yang dianggap merusak demokrasi di akhir masa jabatannya sebagai presiden tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada partai.

“Apakah kita harus bertanggung jawab atas semua? Yang benar saja. Kita bertanggung jawab, dia juga bertanggung jawab kepada Tuhan,” ujarnya.

Jokowi telah menggunakan PDIP sebagai kendaraan politiknya sejak pertama kali maju menjadi Wali Kota Solo pada 2005. Selanjutnya, Jokowi juga didukung oleh PDIP ketika maju dalam Pilgub DKI 2012, serta dua kali Pilpres pada 2014 dan 2019.

Namun, pada Pilpres 2024, Jokowi mendukung putranya, Gibran Rakabuming, sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, berseberangan dengan keputusan PDIP. Akibatnya, PDIP resmi memecat Jokowi dan keluarganya pada 4 Desember lalu.

Deddy menegaskan bahwa kerusakan demokrasi tidak adil jika menyalahkan rakyat. Menurutnya, yang harus bertanggung jawab adalah para elite politik dan partai-partai itu sendiri.

“Siapa yang merusak? Rakyatnya? Ya elitenya, calonnya, partainya. Karena apa? Karena pelembagaan partai politik itu tidak berjalan, rekrutmen tidak berjalan dengan baik. Itu problem luar biasa, jadi jangan salahkan rakyat,” tegas Deddy.

Deddy juga menyatakan bahwa masyarakat sering kali merasa bahwa para elite politik tidak hadir dalam kehidupan mereka kecuali saat pemilihan. Menurutnya, masyarakat melihat elite politik hanya muncul untuk meminta suara tanpa memberikan kontribusi nyata.

“Anda kan dapat gaji, dapat privilege, masa kita tidak dapat apa-apa. Akhirnya kan orang berpikir seperti itu,” ujar Deddy.

Dengan demikian, Deddy berharap adanya perbaikan dalam sistem politik dan rekrutmen partai agar kepercayaan masyarakat terhadap elite politik dapat kembali pulih dan demokrasi bisa berjalan dengan lebih baik.

Cawe-Cawe Jokowi Tumbangkan Mesin Politik PDIP Di Kandang Banteng Sendiri

Pada 29 November 2024, sebuah peristiwa penting dalam dinamika politik Indonesia terjadi. Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan keberaniannya dengan “cawe-cawe” atau terlibat aktif dalam politik praktis, hingga menyebabkan perubahan besar dalam struktur politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP yang selama ini dikenal sebagai partai besar dan memiliki “mesin politik” yang kuat, terutama di kantong-kantong tradisionalnya, kini dihadapkan pada tantangan baru yang datang dari arah Presiden Jokowi.

Selama ini, PDIP menjadi salah satu partai yang sangat dekat dengan Jokowi, bahkan sejak beliau masih menjabat sebagai wali kota Solo hingga presiden. Namun, kali ini, keberanian Jokowi dalam mendekatkan diri dengan sejumlah kekuatan politik baru, termasuk para tokoh dari luar PDIP, membuat mesin politik partai banteng itu terguncang. Gerakan yang dilakukan oleh Jokowi dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi politiknya menjelang pemilu mendatang, namun juga dianggap bisa meruntuhkan dominasi PDIP di beberapa daerah.

Jokowi, yang selama ini dikenal dengan gaya politik “above the politics,” kali ini menunjukkan sikap lebih tegas dengan menyuarakan dukungan kepada calon-calon kepala daerah yang berasal dari luar lingkaran PDIP. Hal ini jelas menjadi sinyal bahwa Jokowi ingin memperluas basis kekuatan politiknya dan memecah dominasi PDIP dalam struktur politik nasional. Beberapa tokoh dan kader baru yang memiliki potensi besar mendapatkan perhatian lebih dari Jokowi, yang juga mempertimbangkan mereka sebagai pemimpin masa depan.

Tentu saja, langkah Jokowi ini mendapatkan reaksi dari PDIP. Beberapa politisi dari partai tersebut mulai bersuara, menilai bahwa langkah Jokowi bisa menciptakan ketegangan dalam hubungan antara partai dan presiden. Namun, ada juga yang melihatnya sebagai bagian dari dinamika politik yang sehat, di mana para pemimpin harus siap menghadapi perubahan dan tantangan baru. PDIP akan terus berusaha mempertahankan dominasi politiknya, namun dengan perubahan ini, mereka harus lebih waspada terhadap setiap langkah yang diambil oleh Jokowi.

Langkah Jokowi yang terlibat dalam politik praktis ini bisa jadi akan meninggalkan warisan politik yang kompleks. Dalam jangka pendek, keputusan ini dapat meningkatkan posisi tawar Jokowi, namun dalam jangka panjang, dampaknya bisa mengubah peta kekuatan politik di Indonesia. Bagi Jokowi, ini adalah salah satu upaya untuk menciptakan keseimbangan kekuasaan yang lebih terbuka dan demokratis di Indonesia, namun di sisi lain, hal ini juga bisa menjadi sinyal bahwa hubungan antara Jokowi dan PDIP telah memasuki babak baru yang penuh tantangan.