Situasi di Suriah semakin memanas setelah Israel kembali melancarkan serangan udara di Provinsi Daraa, Suriah selatan, pada Senin (10/3/2025) malam. Serangan ini dilaporkan oleh media pemerintah Suriah dan menambah panjang daftar aksi militer Israel sejak lengsernya Presiden Bashar Al-Assad pada Desember lalu.
Menurut laporan dari kantor berita SANA, pesawat tempur Israel menargetkan beberapa titik strategis di sekitar Kota Jbab dan Izraa, yang terletak di bagian utara Daraa.
“Pesawat tempur Israel melancarkan beberapa serangan di sekitar Kota Jbab dan Izraa di wilayah utara Daraa,” demikian pernyataan SANA dalam laporannya.
Sejak tergulingnya Assad, Israel semakin sering melakukan serangan udara di berbagai wilayah Suriah. Sasaran utama serangan ini adalah fasilitas dan persenjataan yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan pemerintah, yang kini telah runtuh.
Serangan Israel untuk Mencegah Penyebaran Senjata
Dikutip dari AFP, Israel menyatakan bahwa serangan udara yang mereka lakukan bertujuan untuk mencegah senjata serta aset militer jatuh ke tangan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman.
Sementara itu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa pada Senin malam, jet tempur Israel melakukan 17 serangan udara di Daraa. Serangan tersebut menghantam sejumlah lokasi yang sebelumnya menjadi pos pertahanan tentara Suriah, termasuk pos pengamatan dan kendaraan lapis baja seperti tank.
Netanyahu: Israel Tak Akan Toleransi Ancaman di Perbatasan
Dalam pernyataan sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa wilayah selatan Suriah harus sepenuhnya didemiliterisasi. Ia juga menyampaikan bahwa Israel tidak akan menerima kehadiran pasukan bersenjata baru di dekat perbatasan negaranya, terutama yang dipimpin oleh kelompok-kelompok yang dianggap berpotensi mengancam keamanan Israel.
Ketegangan di kawasan ini diperkirakan akan terus meningkat, terutama setelah perubahan besar dalam pemerintahan Suriah. Dengan serangan terbaru ini, hubungan antara Israel dan pihak-pihak yang kini menguasai Suriah kian memburuk, meningkatkan risiko konflik lebih luas di kawasan Timur Tengah.