Tag Archives: Gencatan Senjata

https://orkutluv.com

Yordania dan Lebanon Perkuat Hubungan di Tengah Ketegangan Regional

Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Lebanon, Youssef Rajji, di Amman pada Senin, 24 Maret. Pertemuan ini membahas penguatan kerja sama bilateral serta situasi terkini di Lebanon. Dalam pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Yordania, kedua belah pihak menegaskan komitmen untuk memperdalam hubungan di berbagai sektor strategis.

Selain memperkuat hubungan diplomatik, Safadi dan Rajji juga menyoroti perlunya menghentikan agresi Israel terhadap Lebanon dan menegaskan pentingnya implementasi penuh perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati pada November tahun lalu. Yordania kembali menegaskan dukungannya terhadap stabilitas dan kedaulatan Lebanon, termasuk dalam upaya negara tersebut untuk memperkuat institusi pemerintahan dan mempercepat rekonstruksi setelah pemilihan presiden baru pada Januari lalu.

Rajji menyampaikan apresiasi atas peran Yordania di bawah kepemimpinan Raja Abdullah II yang secara konsisten memberikan dukungan diplomatik untuk menghentikan agresi Israel dan memastikan gencatan senjata berjalan sesuai kesepakatan. Namun, meskipun perjanjian yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis telah berlaku sejak 27 November 2024, ketegangan di perbatasan Israel-Lebanon masih berlangsung.

Israel tetap mempertahankan keberadaan militernya di lima titik strategis di wilayah perbatasan Lebanon, meskipun batas waktu penarikan pasukan telah berakhir pada 18 Februari. Militer Israel juga terus melancarkan serangan, dengan alasan untuk menangkal ancaman dari kelompok Hizbullah. Dalam pertemuan ini, Yordania dan Lebanon menegaskan kembali perlunya langkah nyata dalam menekan Israel agar mematuhi perjanjian gencatan senjata demi terciptanya stabilitas di kawasan.

Gempuran Israel di Gaza Picu Kecaman Dunia, Seruan Hentikan Perang Menggema

Israel kembali melancarkan serangan udara besar-besaran ke Jalur Gaza pada Selasa dini hari, menyebabkan ratusan warga Palestina tewas dan banyak lainnya mengalami luka-luka. Tak hanya Gaza, serangan juga menyasar wilayah Tepi Barat. Menteri Kehakiman sekaligus Penasihat Presiden Palestina, Mahmoud Al-Habbash, menyebut bahwa sekitar 500 warga Palestina kehilangan nyawa akibat serangan tersebut. Organisasi kemanusiaan MER-C melaporkan bahwa serangan di Gaza utara terjadi sekitar pukul 02.00 waktu setempat, tepat menjelang sahur, menewaskan belasan warga yang kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza untuk mendapat perawatan medis.

Serangan ini terjadi di tengah berlangsungnya gencatan senjata tahap pertama, yang seharusnya menjadi langkah awal menuju perdamaian. Insiden ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak internasional. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, mengutuk serangan Israel yang menyebabkan ratusan korban jiwa dan menegaskan bahwa penyelesaian politik adalah satu-satunya jalan keluar dari konflik ini. Palestina juga menyerukan intervensi global untuk menghentikan serangan brutal yang dinilai sebagai tindakan genosida terhadap rakyat Gaza. Sementara itu, Mesir mengecam keras serangan tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sejak Januari.

Tak hanya negara-negara di kawasan Timur Tengah, Spanyol juga menyampaikan kritik tajam terhadap serangan tanpa pandang bulu yang menargetkan warga sipil. Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, menyesalkan meningkatnya eskalasi kekerasan dan menegaskan bahwa tindakan Israel bertentangan dengan hukum humaniter internasional. Sementara itu, China menyerukan agar eskalasi konflik dihentikan segera dan berharap perjanjian gencatan senjata bisa terus berlangsung guna mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar.

Harapan Damai? Israel & Hamas Mulai Negosiasi Gencatan Senjata Baru

Setelah mengalami kebuntuan sejak berakhirnya gencatan senjata pada 1 Maret lalu, Israel dan kelompok Hamas dikabarkan akan kembali melakukan perundingan untuk membahas tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.

Sinyal Positif dari Hamas

Juru bicara Hamas, Abdel Latif Al-Qanoua, menyatakan bahwa terdapat perkembangan positif terkait dimulainya negosiasi baru antara kedua belah pihak.

“Indikatornya positif terkait dimulainya negosiasi untuk tahap kedua,” ujar Al-Qanoua dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP pada Sabtu (8/3).

Al-Qanoua juga menyebut bahwa mediator dari Mesir dan Qatar sedang mengupayakan agar kesepakatan gencatan senjata tahap kedua dapat segera terlaksana.

Sementara itu, sejumlah pejabat Hamas dilaporkan telah mengadakan pertemuan dengan kepala badan intelijen Mesir, Hassan Mahmoud Rashad, di Kairo.

“Delegasi menekankan perlunya kepatuhan terhadap seluruh ketentuan perjanjian, segera memulai negosiasi tahap kedua, membuka perbatasan, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza tanpa hambatan atau persyaratan apa pun,” demikian pernyataan Hamas yang dikutip dari Al Jazeera.

Delegasi Israel Akan Bertolak ke Doha

Dari pihak Israel, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengonfirmasi bahwa delegasi Israel akan dikirim ke Doha, Qatar, pada Senin (10/3) untuk mengikuti perundingan yang dimediasi oleh Amerika Serikat.

“Israel menerima undangan dari mediator yang didukung AS dan akan mengirim delegasi ke Doha pada Senin dalam upaya untuk memajukan negosiasi,” demikian pernyataan dari kantor Netanyahu.

Perbedaan Pandangan Soal Gencatan Senjata

Tahap pertama gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah berlangsung sejak 19 Januari dan berakhir pada 1 Maret. Namun, negosiasi untuk tahap kedua sempat terhenti lantaran adanya perbedaan sikap antara kedua pihak.

Israel menginginkan perpanjangan fase pertama gencatan senjata yang semula direncanakan hanya berlangsung selama 42 hari. Usulan perpanjangan ini diajukan oleh Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, yang menyarankan agar gencatan senjata diperpanjang selama 50 hari hingga Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi.

Namun, Hamas menolak usulan tersebut karena menganggap Israel hanya ingin warganya dibebaskan tanpa benar-benar menghentikan agresi militernya.

Hamas menegaskan bahwa mereka hanya akan menyetujui kelanjutan gencatan senjata jika ada kesepakatan mengenai penghentian perang secara permanen.

Dinamika Pertukaran Tawanan

Selama fase pertama gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 25 sandera dalam keadaan hidup serta delapan jenazah. Sebagai gantinya, Israel telah melepaskan sekitar 1.800 warga Palestina yang ditahan di berbagai penjara.

Dengan kembalinya perundingan untuk tahap kedua, dunia menanti apakah kesepakatan baru dapat segera tercapai guna mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

Gencatan Senjata Gaza Terancam, Hamas Desak Israel Lanjutkan Perundingan

Upaya para mediator internasional untuk mendorong Israel melanjutkan negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza terus berlanjut, demikian pernyataan Hamas pada Kamis. Juru bicara Hamas, Hazem Qaseem, mengungkapkan bahwa Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat masih aktif melakukan komunikasi untuk memastikan kelanjutan dari kesepakatan tersebut. Hamas menegaskan komitmennya terhadap seluruh tahap perjanjian dan berharap tekanan dari mediator akan memaksa Israel untuk kembali ke meja perundingan.

Namun, situasi semakin rumit setelah Presiden AS, Donald Trump, memperingatkan Hamas dengan ancaman “konsekuensi berat” jika kelompok itu belum membebaskan semua sandera Israel, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Hamas menolak tuntutan tersebut dan menegaskan bahwa Israel harus mematuhi seluruh ketentuan gencatan senjata, termasuk menarik pasukan dari Gaza dan menghentikan agresi militernya.

Perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati terdiri dari tiga tahap, di mana tahap pertama telah berjalan dengan pertukaran tahanan. Sebanyak 25 sandera Israel dan delapan jenazah telah dikembalikan, sementara ratusan tahanan Palestina dibebaskan dari penjara Israel. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak melanjutkan tahap kedua dan justru ingin memperpanjang fase pertama selama enam minggu ke depan.

Ketegangan semakin meningkat setelah Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza pada Minggu, hanya beberapa saat setelah tahap pertama gencatan senjata berakhir. Langkah ini memicu kekhawatiran akan kembalinya konflik berskala besar jika negosiasi tidak segera dilanjutkan.

Macron dan Starmer Usulkan Gencatan Senjata Terbatas di Ukraina, Soroti Keamanan Eropa

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengusulkan gencatan senjata terbatas di Ukraina yang mencakup wilayah udara, laut, dan infrastruktur energi selama satu bulan. Dalam wawancara dengan Le Figaro, Macron menjelaskan bahwa gencatan senjata ini tidak mencakup pertempuran di darat karena sulitnya verifikasi di garis depan yang membentang sejauh Paris hingga Budapest. Ia juga menegaskan bahwa pasukan Eropa tidak akan ditempatkan di Ukraina dalam waktu dekat, tetapi berharap negosiasi gencatan senjata dapat berlangsung dalam beberapa pekan ke depan.

Macron menekankan bahwa kehadiran pasukan hanya mungkin setelah kesepakatan damai dicapai. Ia juga optimistis bahwa dialog antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan kembali terjalin setelah ketegangan sebelumnya. Sementara itu, Macron mengusulkan pembentukan dana pertahanan bersama Uni Eropa senilai 200 miliar euro yang diharapkan disepakati dalam KTT Uni Eropa mendatang.

Selain aspek pertahanan konvensional, Macron juga ingin mendiskusikan peran senjata nuklir Prancis dalam keamanan Eropa. Ia membuka kemungkinan bagi negara mitra untuk terlibat dalam latihan pencegahan nuklir guna membangun strategi pertahanan bersama. Bahkan, Prancis dapat menempatkan senjata nuklir di negara mitra dengan koordinasi angkatan bersenjata masing-masing.

Pada pertemuan informal di London, para pemimpin Eropa membahas keamanan regional dan situasi di Ukraina. Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan Rusia pada Januari menegaskan bahwa penyelesaian konflik bukan sekadar gencatan senjata sementara, tetapi harus berujung pada perdamaian jangka panjang.

Menhan Israel: Kesempatan Baru untuk Gencatan Senjata di Gaza

Upaya baru untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza tengah diupayakan oleh Israel dan Palestina. Langkah ini diharapkan dapat memfasilitasi pengembalian sandera Israel, termasuk warga negara AS, yang masih ditahan di wilayah tersebut.

Menurut laporan Reuters pada Kamis (12/12/2024), Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyampaikan kepada Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, melalui panggilan telepon bahwa peluang untuk kesepakatan baru kini semakin terbuka. Kantor Katz mengonfirmasi bahwa kesepakatan ini dapat mencakup pengembalian semua sandera yang ditawan di Gaza.

Meski demikian, seorang diplomat Barat yang berada di kawasan tersebut mengungkapkan bahwa cakupan kesepakatan ini kemungkinan terbatas. Pembebasan hanya beberapa sandera serta jeda singkat dalam konflik panjang yang telah berlangsung lebih dari setahun diperkirakan menjadi hasil awal.

Dukungan Internasional dan Negosiasi Intensif

Optimisme muncul seiring kunjungan penasihat keamanan nasional Presiden AS, Joe Biden, Jake Sullivan, yang berencana bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Kamis. Selain itu, Sullivan juga dijadwalkan untuk mengadakan diskusi dengan para mediator di Mesir dan Qatar, yang bersama AS menjadi penghubung penting dalam proses negosiasi ini.

Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump juga menegaskan perlunya pembebasan segera sandera sebelum ia mengambil alih jabatan dari Biden pada Januari mendatang. Trump memperingatkan konsekuensi serius jika permintaannya tidak dipenuhi.

Utusan khusus yang ditunjuk Trump, Adam Boehler, menambahkan bahwa waktu adalah faktor penting dalam negosiasi ini. Ia mengimbau agar pihak yang menahan sandera segera mencapai kesepakatan sebelum situasi semakin rumit dan korban jiwa dari pihak Hamas meningkat.

Jumlah Sandera dan Situasi di Gaza

Hingga kini, pemerintah Israel melaporkan bahwa sekitar 100 sandera masih berada di Gaza, termasuk tujuh warga negara AS. Konflik di wilayah ini terus memakan korban jiwa, dengan laporan terbaru dari kantor berita Palestina WAFA menyebutkan bahwa 35 warga Palestina tewas dalam pemboman Israel pada Kamis dini hari.

Di sisi lain, serangan penembakan di Tepi Barat yang diduga dilakukan oleh warga Palestina terhadap sebuah bus Israel menyebabkan tewasnya seorang anak berusia sekitar 12 tahun, menurut laporan layanan darurat Israel.

Kesimpulan

Upaya diplomasi yang melibatkan berbagai pihak internasional diharapkan dapat membuka jalan menuju perdamaian sementara di Gaza. Meski masih terdapat tantangan, proses negosiasi ini membawa secercah harapan bagi keluarga para sandera dan masyarakat yang terdampak konflik.

Qatar Hentikan Mediasi Perang Gaza, Nasib Gencatan Senjata Sirna?

Pada 12 November 2024, Qatar mengumumkan penghentian upayanya untuk memediasi gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas yang terlibat dalam konflik di Gaza. Keputusan ini datang setelah berbulan-bulan intensif melakukan diplomasi di tengah eskalasi kekerasan yang tidak kunjung mereda. Akibat penghentian mediasi ini, harapan untuk tercapainya gencatan senjata yang dapat mengakhiri pertempuran di Gaza pun semakin sirna, meninggalkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi ribuan warga sipil yang terdampak.

Qatar, yang dikenal sebagai salah satu pemain kunci dalam diplomasi Timur Tengah, telah berusaha keras untuk menjadi mediator dalam konflik Gaza sejak dimulainya pertempuran besar pada Oktober 2024. Namun, sumber-sumber diplomatik mengungkapkan bahwa mediasi Qatar terhenti setelah tidak ada kemajuan signifikan dalam negosiasi antara kedua belah pihak. Ketegangan antara Israel dan Hamas tetap tinggi, sementara adanya hambatan dalam merumuskan kesepakatan damai yang dapat diterima oleh semua pihak menjadi faktor utama penghentian upaya tersebut.

Keputusan Qatar untuk menghentikan mediasi menambah kompleksitas situasi di Gaza, yang sudah berada dalam keadaan krisis kemanusiaan. Ribuan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak, telah menjadi korban dalam pertempuran yang terus berlangsung, dan fasilitas kesehatan serta infrastruktur penting telah hancur. Penghentian mediasi ini juga membuat peluang tercapainya gencatan senjata semakin kecil, mengingat upaya mediasi dari negara lain, seperti Mesir dan Turki, juga belum membuahkan hasil yang signifikan.

Penghentian mediasi Qatar disambut dengan kekhawatiran internasional, terutama dari negara-negara Barat dan PBB, yang mendesak agar pihak-pihak yang terlibat segera kembali ke meja perundingan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menyatakan bahwa mereka akan terus berupaya memberikan dukungan diplomatik untuk mencapai solusi damai. Namun, dengan berkurangnya upaya mediasi, banyak pihak yang pesimistis mengenai tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat.

Penghentian mediasi oleh Qatar menggarisbawahi betapa sulitnya mencapai gencatan senjata yang tahan lama dalam konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini. Dengan ketegangan yang terus memuncak, dan tanpa adanya solusi yang jelas, nasib warga Gaza semakin tidak menentu. Di tengah kegagalan diplomatik ini, dunia internasional harus terus mencari cara untuk mendorong kedua belah pihak agar kembali ke jalur perundingan demi mengakhiri penderitaan yang sudah terlalu lama berlangsung.