Pada 18 Desember 2024, Bandara Internasional Phuket di Thailand menjadi sorotan publik setelah memajang foto rumah peranakan yang dikenal sebagai simbol budaya Singapura dalam kampanye promosi wisatanya. Foto tersebut dipasang di sejumlah area bandara dengan tujuan untuk mempromosikan pariwisata Thailand. Namun, keputusan tersebut menuai kritik tajam dari netizen dan kalangan budaya, yang menilai bahwa gambar tersebut seharusnya mencerminkan identitas budaya Thailand, bukan negara lain.
Pemasangan foto rumah peranakan yang identik dengan arsitektur dan warisan budaya Singapura dinilai tidak sesuai dengan tujuan promosi wisata Thailand. Rumah peranakan, yang merupakan campuran gaya arsitektur Tionghoa dan Melayu, memang populer di Singapura, tetapi tidak ada kaitannya dengan Thailand. Banyak yang menganggap bahwa Bandara Phuket seharusnya menampilkan gambar-gambar yang lebih mewakili budaya lokal Thailand, seperti kuil, pantai, atau tempat wisata tradisional yang menjadi daya tarik utama negara tersebut.
Kritik terhadap keputusan ini datang dari berbagai kalangan, termasuk warga Thailand dan pengamat budaya. Seorang pejabat Kementerian Pariwisata Thailand mengatakan bahwa insiden ini mengecewakan karena telah menciptakan kebingungannya antara identitas budaya Thailand dan negara lain. Banyak pengunjung bandara yang merasa bingung mengapa rumah peranakan Singapura dipilih untuk mewakili Thailand, padahal negara ini memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang jauh lebih beragam untuk dipromosikan.
Menanggapi kritik tersebut, pihak pengelola Bandara Phuket segera mengeluarkan permintaan maaf secara resmi dan mengklaim bahwa pemasangan foto tersebut adalah kesalahan teknis. Mereka berjanji untuk mengganti gambar yang tidak sesuai tersebut dengan foto-foto yang lebih relevan yang menggambarkan budaya, alam, dan tempat wisata Thailand. “Kami akan segera memperbaiki dan memastikan bahwa promosi kami di masa mendatang akan mencerminkan budaya dan kekayaan Thailand,” ujar seorang juru bicara bandara.
Insiden ini mengundang pertanyaan tentang bagaimana strategi promosi pariwisata Thailand di luar negeri dijalankan. Beberapa pihak merasa bahwa promosi yang lebih terfokus pada keunikan Thailand, seperti wisata pantai, kuliner, dan warisan budaya asli, lebih efektif dalam menarik wisatawan. Meskipun permintaan maaf sudah dikeluarkan, kejadian ini tetap mencoreng reputasi promosi pariwisata Thailand yang sudah dikenal dengan keindahan alam dan keanekaragaman budayanya.
Ke depan, masyarakat berharap agar promosi wisata Thailand lebih memperhatikan konten yang ditampilkan dan menggali potensi budaya lokal yang lebih autentik. Bukan hanya foto-foto tempat wisata, tetapi juga cerita dan kisah yang dapat menghubungkan para wisatawan dengan sejarah dan budaya Thailand. Kejadian ini menjadi pelajaran bagi pengelola pariwisata untuk lebih berhati-hati dalam memilih gambar atau materi promosi yang relevan dengan tujuan mereka.