Tag Archives: Zona Ekonomi Eksklusif

https://orkutluv.com

Pelindo: Arus Peti Kemas Ekspor 2024 Meningkat 1028%, Pencapaian Gemilang!

PT Pelindo Terminal Petikemas mencatatkan angka yang menggembirakan di sektor logistik pada tahun 2024, dengan arus peti kemas internasional mengalami lonjakan sebesar 10,28%. Total volume peti kemas internasional yang tercatat pada 2024 mencapai 3.995.525 TEUs, sementara pada tahun sebelumnya, volume tersebut hanya mencapai 3.623.006 TEUs. Pencapaian ini menunjukkan kinerja yang sangat baik, terutama dalam hal arus ekspor dan impor.

Menurut Widyaswendra, Corporate Secretary PT Pelindo Terminal Petikemas, pertumbuhan signifikan tercatat baik pada arus ekspor maupun impor. Pada sektor ekspor, volume peti kemas tercatat meningkat sebesar 10,58%, mencapai 2.060.679 TEUs pada 2024, dibandingkan dengan 1.863.442 TEUs pada 2023. Sementara itu, peti kemas impor juga mengalami peningkatan 9,96%, dari 1.748.736 TEUs pada tahun 2023 menjadi 1.922.855 TEUs pada 2024.

Tak hanya itu, peti kemas untuk transhipment juga menunjukkan angka yang positif. Pada tahun 2023, peti kemas transhipment tercatat sebanyak 10.827 TEUs, sementara di 2024 meningkat menjadi 11.990 TEUs. Widyaswendra menyebutkan bahwa hampir seluruh terminal yang dikelola oleh PT Pelindo Terminal Petikemas menunjukkan peningkatan, termasuk Terminal Petikemas (TPK) Semarang dan Terminal Petikemas Surabaya (TPS).

Di TPK Semarang, misalnya, terjadi peningkatan signifikan sebesar 13% dari 678.428 TEUs pada 2023 menjadi 766.913 TEUs di 2024. Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ini adalah peningkatan jumlah kunjungan kapal dari sejumlah perusahaan pelayaran, seperti SITC yang meningkat 158%, Wan Hai sebesar 142%, dan Evergreen yang meningkat 122%. Sementara itu, di TPS Surabaya, volume peti kemas internasional mengalami kenaikan 9,65%, dari 1.375.927 TEUs pada 2023 menjadi 1.508.743 TEUs pada 2024, didorong oleh peningkatan jumlah kunjungan kapal.

Peningkatan volume peti kemas internasional ini juga tercermin dari data ekspor Indonesia yang terus mencatatkan angka positif, meskipun terdapat tantangan global. Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) melaporkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada 2024 diperkirakan tumbuh sekitar 3%, meski ada tantangan dalam perekonomian global.

Toto Dirgantoro, Sekretaris Jenderal GPEI, menilai pertumbuhan volume peti kemas cenderung lebih tinggi daripada nilai ekspor secara nasional. Ia berharap pada 2025, dengan proyeksi pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi, volume peti kemas ekspor Indonesia akan semakin meningkat.

Sementara itu, pelayaran internasional di Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan. Keishin Watanabe, President Director PT Ocean Network Express Indonesia, mengungkapkan bahwa volume ekspor yang dilayani oleh perusahaan pelayaran tersebut mengalami kenaikan sekitar 5-10% pada 2024, seiring dengan pertumbuhan sektor perdagangan Indonesia.

Dengan segala pencapaian tersebut, PT Pelindo Terminal Petikemas tetap optimis bahwa sektor logistik Indonesia akan terus berkembang. Apalagi dengan adanya upaya pengembangan pelabuhan untuk menjadi hub internasional, yang dapat mengurangi ketergantungan pada pelabuhan-pelabuhan luar negeri seperti Singapura dan Tanjung Pelepas di Malaysia.

Laut Natuna Utara Punya Potensi Besar, Ini Peran Diplomasi dalam Pemanfaatannya

Laut Natuna Utara (LNU) adalah kawasan yang memiliki kedudukan sangat penting bagi Indonesia, baik dari segi geopolitik, ekonomi, maupun sumber daya alam. Tidak hanya strategis karena letaknya yang berada di jantung jalur pelayaran internasional, tetapi juga kaya akan cadangan energi fosil, potensi perikanan, dan pariwisata yang luar biasa.

Pada 2011, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa Blok Natuna D-Alpha menyimpan cadangan gas alam terbesar di Asia Pasifik, bahkan di dunia, dengan volume mencapai 222 triliun kaki kubik. Gas alam ini diperkirakan dapat bertahan hingga 30 tahun ke depan. Dari sisi ekonomi, jika dihitung secara finansial, potensi gas di Natuna dapat mencapai Rp 6.000 triliun. Selain gas, kawasan ini juga memiliki cadangan minyak bumi yang diperkirakan mencapai 14 juta barel.

Tak hanya itu, kawasan LNU juga memiliki potensi besar dalam sektor perikanan. Berdasarkan kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2017, potensi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) nomor 711, yang mencakup Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan, diperkirakan mencapai 767.126 ton per tahun. Namun, potensi ekonomi yang tinggi ini justru mengundang persaingan antarnegara, yang menyebabkan klaim tumpang tindih dan praktik penangkapan ikan ilegal.

Pada 2009, China mengklaim hampir 90 persen wilayah Laut Cina Selatan, termasuk LNU, dengan batas wilayah yang disebut “nine dash line”. Klaim ini bertentangan dengan hukum internasional yang mengatur Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Selain China, Vietnam juga mengklaim bagian dari LNU yang berbatasan dengan ZEE Indonesia. Bahkan, pada 2021, China melakukan riset ilmiah di kawasan LNU yang memicu ketegangan dengan Indonesia.

Praktik ilegal fishing juga menjadi ancaman nyata di LNU. Kapal-kapal ikan asing, terutama dari Vietnam, Malaysia, dan Filipina, sering kali melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Setiap tahunnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia berhasil menangkap ratusan kapal ilegal fishing, dengan jumlah kapal asal Vietnam menjadi yang terbanyak.

Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia mengembangkan dua strategi utama: soft power dan hard power. Strategi soft power dilaksanakan melalui diplomasi internasional, salah satunya melalui pertemuan ASEAN Defence Ministers Meeting Plus (ADMM Plus) yang melibatkan China. Sementara itu, hard power digunakan untuk memperkuat pertahanan negara, termasuk rencana pembangunan pangkalan militer di Natuna, meskipun saat ini rencana tersebut belum terwujud.

Selain itu, Indonesia juga harus memanfaatkan potensi ekonomi LNU secara optimal. Pengelolaan cadangan gas alam dan potensi perikanan di kawasan ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan domestik sekaligus meningkatkan ekspor. Dengan cadangan gas alam yang besar dan kebutuhan yang terus meningkat, LNU dapat menjadi kunci keberlanjutan energi Indonesia dalam beberapa dekade mendatang.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, konsumsi ikan nasional Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai 17,65 juta ton, sementara produksi ikan domestik hanya 10,25 juta ton. Oleh karena itu, pengembangan sektor perikanan di LNU menjadi sangat krusial untuk menutupi kesenjangan tersebut.

Seiring dengan langkah-langkah strategis yang telah dijalankan, Indonesia juga berupaya melibatkan teknologi dan investasi asing dalam mengoptimalkan potensi LNU. Pemetaan lapangan yang dilakukan oleh Bappenas pada Oktober 2024 menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjadikan Natuna sebagai prioritas pembangunan nasional.

Namun, penting bagi Indonesia untuk berhati-hati dalam mengelola sumber daya di kawasan LNU agar tidak memicu ketegangan lebih lanjut dengan negara-negara tetangga yang memiliki klaim atas wilayah tersebut.

Dengan segala potensi yang dimiliki, Laut Natuna Utara tidak hanya menjadi kawasan vital bagi Indonesia, tetapi juga akan menjadi kunci masa depan dalam pembangunan ekonomi dan diplomasi Indonesia di kancah internasional.