Tag Archives: Strategi Tekanan Maksimum

Empat Pendekatan Strategis Menuju Kesepakatan Damai di Ukraina

Usulan Strategi Tekanan Maksimum

Pusat Analisis Kebijakan Eropa (CEPA) mengajukan ide agar diterapkan “strategi tekanan maksimum” yang diharapkan dapat memaksa Rusia untuk membuka dialog perundingan dengan itikad baik.
WASHINGTON (VOA) —
Presiden AS, Donald Trump, mengusulkan solusi damai untuk mengakhiri konflik besar antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun. VOA menelaah berbagai pendekatan yang baru-baru ini diusulkan oleh sejumlah lembaga riset guna mencapai perdamaian yang abadi antara Moskow dan Kyiv.

Berikut adalah rangkuman dari beberapa pendekatan tersebut:

Pendekatan Tekanan Maksimum
Dalam dokumen berjudul “Bagaimana Mencapai Kemenangan: Rencana Tujuh Poin untuk Perdamaian Berkelanjutan di Ukraina”, CEPA mengusulkan agar strategi tekanan maksimum diterapkan dengan tujuan agar Rusia bersedia berunding secara itikad baik. Rencana ini menyarankan agar Amerika Serikat dan sekutunya segera memberikan bantuan material tanpa syarat kepada Ukraina. Langkah ini dimaksudkan untuk melemahkan kekuatan militer Rusia dan sekaligus menguatkan posisi negosiasi Ukraina.

Pada 27 September 2024, Presiden Trump bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, di Trump Tower, New York (Foto: AP).

Usulan lainnya mencakup pengetatan sanksi terhadap sektor keuangan dan energi Rusia, pengalihan aset Rusia yang telah dibekukan untuk mendukung pertahanan serta rekonstruksi Ukraina, serta penerapan sanksi sekunder. Langkah-langkah tersebut ditujukan tidak hanya untuk memberi tekanan pada Rusia, tetapi juga untuk menekan rezim otoriter di China, Iran, dan Korea Utara.

CEPA juga menekankan pentingnya keterlibatan langsung Ukraina dan Eropa dalam setiap proses negosiasi dengan Rusia. Selain itu, Amerika disarankan mendukung pembentukan koalisi pimpinan Eropa yang bertugas menjaga garis gencatan senjata dengan pasukan internasional dan mendorong agar sekutu Eropa segera memajukan keanggotaan Ukraina dalam Uni Eropa.

Catherine Sendak, Direktur CEPA untuk Pertahanan dan Keamanan Transatlantik, menyampaikan kepada VOA bahwa AS sebaiknya hanya memulai perundingan dengan Rusia setelah Ukraina dipersenjatai secara maksimal dan dengan memanfaatkan instrumen diplomatik terbaik. Menurut Sendak, isu keanggotaan Ukraina dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO sebaiknya tidak dimasukkan dalam negosiasi, karena hal tersebut dapat memberikan Rusia semacam “hak veto” atas penerimaan anggota baru dalam aliansi.

Pendekatan Negosiasi

Josh Rudolph, peneliti senior di German Marshall Fund sekaligus ketua Kelompok Kerja Demokrasi Transatlantik, yang sebelumnya menangani kebijakan Rusia dan Ukraina di Dewan Keamanan Nasional pada masa pemerintahan Trump pertama, baru-baru ini menyampaikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintahan Trump saat ini guna menyelesaikan konflik di Ukraina.

Ia menekankan agar menghadapi Presiden Rusia, Vladimir Putin, dilakukan dari posisi yang kuat. Menurutnya, meskipun di awal pemerintahan Trump Putin terlihat tangguh, kegagalannya di Ukraina telah mengikis kekuatannya. Oleh karena itu, seharusnya Trump yang menentukan syarat perundingan, bukan Putin. Rudolph juga menyarankan agar Trump mengetahui kapan harus mundur, karena saat momen kritis tiba ketika Putin enggan memberikan konsesi besar, mundur merupakan langkah strategis yang perlu dipertimbangkan.

Pada hari Kamis (19/2), utusan AS, Keith Kellogg, bertemu dengan Presiden Zelenskyy di Kyiv.
Lihat juga: Utusan Amerika melakukan pembicaraan dengan Zelenskyy di Kyiv.

Rudolph mengusulkan agar sanksi dipadukan dengan penurunan harga minyak dan gas. Menurutnya, hal ini merupakan cara efektif untuk menunjukkan kepada Putin bahwa tekanan terhadap Ukraina bisa berdampak fatal bagi rezimnya secara finansial. Dengan memanfaatkan hubungan yang lebih erat dengan Arab Saudi—berbeda dengan pendekatan pada masa pemerintahan Biden—Trump disarankan untuk memasok pasar dengan bahan bakar fosil. Langkah ini diyakini dapat menjaga keberlanjutan sanksi, melemahkan mesin perang Rusia, dan meningkatkan potensi ketidakstabilan politik di Moskow.

Selain itu, ia mengajukan agar Ukraina dipersenjatai secara menyeluruh, diberikan aset Rusia yang dibekukan senilai $300 miliar, serta didorong oleh Eropa untuk meningkatkan pembelian senjata dan mengerahkan 100.000 tentara sebagai penjaga perdamaian. Rudolph juga menyarankan agar perusahaan-perusahaan Amerika turut ambil bagian dalam upaya rekonstruksi Ukraina dan mempertimbangkan keanggotaan NATO bagi Ukraina jika Putin menolak syarat damai yang wajar.

Dalam wawancaranya dengan VOA, Rudolph berpendapat bahwa Trump dapat meyakinkan masyarakat Amerika yang ragu mengenai dukungan militer untuk Ukraina dengan menjelaskan bahwa persenjataan bagi Ukraina, sebagai bagian dari perjanjian damai, justru akan menguntungkan para pekerja Amerika. Ia menambahkan bahwa Trump bisa menyampaikan, “Kini kita telah mencapai kesepakatan yang didukung oleh mineral tanah jarang yang mengakhiri perang, dan untuk mempertahankannya, aliran senjata buatan Amerika harus terus berlanjut—yang juga akan membuka banyak lapangan kerja dan mendirikan fasilitas serta pabrik di berbagai negara bagian konservatif.”

Pada Sabtu, 15 Februari 2025, prajurit Ukraina menembakkan MRLS BM-21 ‘Grad’ ke posisi militer Rusia di dekat Chasiv Yar, wilayah Donetsk (Oleg Petrasiuk/Ukraine’s 24th Mechanised Brigade via AP).

Dampak Ekonomi

Dalam laporan berjudul “Dolar dan Akal Sehat: Kepentingan Amerika dalam Kemenangan Ukraina”, Elaine McCusker, Frederick W. Kagan, dan Richard Sims dari American Enterprise Institute mengkaji konsekuensi jika Washington mengurangi dukungannya terhadap Ukraina. Mereka menyimpulkan bahwa langkah tersebut bisa berakibat pada kekalahan Kyiv, yang selanjutnya membuka jalan bagi penetrasi Rusia ke Eropa dan memaksa AS untuk meningkatkan kehadiran militernya di kawasan tersebut.

Laporan itu menegaskan bahwa mendukung kemenangan Ukraina atas Rusia adalah kepentingan utama AS, dengan peringatan bahwa dunia yang dikuasai Rusia akan lebih berisiko dan mengakibatkan peningkatan belanja pertahanan hingga $808 miliar dalam lima tahun mendatang. Sebaliknya, peningkatan komitmen multinasional terhadap Ukraina dan penyelesaian konflik dalam waktu dekat diyakini akan menghasilkan Ukraina yang bebas dan dinamis, dengan militer modern serta basis industri yang berkembang pesat—faktor-faktor yang secara keseluruhan mendukung stabilitas Eropa.

Dalam wawancara dengan VOA, Frederick Kagan memperingatkan bahwa kemenangan Rusia di Ukraina dapat menguntungkan Iran, China, dan Korea Utara, yang mungkin akan semakin agresif di wilayah masing-masing. Kemenangan tersebut juga dapat memungkinkan Rusia untuk memperkuat kembali militernya dengan menggunakan sumber daya manusia dan material dari Ukraina.

Pada 18 Februari 2025, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, terlihat berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dalam sebuah pertemuan di Istana Diriyah, Riyadh, Arab Saudi (Foto: SPA/AFP).
Lihat juga: Menlu Amerika menyatakan bahwa Trump adalah “satu-satunya pemimpin” yang mampu mengakhiri konflik di Ukraina.

Kagan menambahkan bahwa jika Rusia berhasil menguasai Ukraina, arus pengungsi yang besar kemungkinan akan mengalir ke Eropa, yang dapat mengganggu stabilitas benua tersebut. Ia juga meramalkan bahwa kekejaman terhadap warga Ukraina di wilayah pendudukan akan semakin intens seiring meluasnya invasi ke barat, khususnya di daerah-daerah yang pro-Barat dan anti-Rusia, yang dapat membawa dampak yang sangat menghancurkan. Menurutnya, lonjakan bantuan kepada Ukraina akan mengukuhkan peran negara tersebut sebagai benteng perdamaian dan keamanan di Eropa, sekaligus memungkinkan AS untuk mengalihkan fokus ke kawasan lain.

Pendekatan Moderat

Laporan Proyek Transisi Presidensial 2025 dari Heritage Foundation menyajikan sejumlah rekomendasi kebijakan terkait konflik Rusia-Ukraina.
Pada 18 Februari 2025, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio; Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz; serta Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, terlihat bersama di Istana Diriyah, Riyadh, Arab Saudi (Foto: Evelyn Hockstein/Pool Photo via AP).
Lihat juga: Rubio menekankan pentingnya solusi “adil” dan “berkelanjutan” bagi perang di Ukraina.

Laporan tersebut mengungkapkan adanya perpecahan di kalangan konservatif Amerika antara pendukung Kyiv dan mereka yang menginginkan pengurangan dukungan. Sebagai solusinya, diusulkan sebuah pendekatan moderat. Rekomendasi Proyek 2025 menyatakan bahwa keterlibatan AS dalam Ukraina harus dilanjutkan secara penuh, dengan fokus pada bantuan militer sementara sekutu Eropa menangani kebutuhan ekonomi Ukraina, serta didukung oleh strategi keamanan nasional yang jelas demi keselamatan warga Amerika.

Walaupun terdapat perbedaan pandangan, terdapat konsensus bahwa invasi Putin ke Ukraina tidak sah dan bahwa rakyat Ukraina memiliki hak untuk mempertahankan negaranya. Konflik ini telah mengikis kekuatan militer Putin serta memperkuat persatuan dan peran penting NATO bagi negara-negara Eropa.
Ia juga menambahkan bahwa presiden konservatif berikutnya memiliki kesempatan bersejarah untuk menyatukan perbedaan dalam kebijakan luar negeri dan menetapkan arah baru yang menganggap China Komunis sebagai ancaman utama bagi kepentingan AS di abad ke-21.

Bangunan yang rusak parah akibat serangan Rusia terlihat di Kherson, Ukraina (Administrasi Militer Regional Kherson via AP).

James Carafano, pakar keamanan nasional dari The Heritage Foundation dan pemimpin tim pertahanan serta kebijakan luar negeri, menyatakan kepada VOA bahwa prioritas AS adalah memastikan Ukraina tetap merdeka, independen, dan mampu mempertahankan diri.
Ia menambahkan, “Secara praktis, jika Ukraina jatuh ke tangan Rusia, Eropa Bersatu akan lebih mampu mempertahankan diri, dan AS harus mendukung Eropa. Namun, apakah situasinya tidak lebih baik jika Rusia berada di sisi yang berlawanan dengan Ukraina? Jawabannya tentu saja.”

Pada bulan Juli, VOA menayangkan wawancara dengan pensiunan Letnan Jenderal Angkatan Darat Keith Kellogg—mantan utusan Trump untuk Ukraina dan Rusia—yang mengemukakan visinya untuk mengakhiri perang di Ukraina. [ah/ft]