Tag Archives: Sri Mulyani

https://orkutluv.com

Investor Global Masih Percaya, Indonesia Tarik Modal Asing Signifikan

Kepercayaan investor internasional terhadap stabilitas ekonomi dan fiskal Indonesia tetap tinggi. Hal ini terlihat dari aliran investasi asing yang masuk mencapai sekitar 875 juta dolar AS sejak awal 2025 hingga pertengahan Maret 2025. Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, menyatakan bahwa pencapaian ini menunjukkan kuatnya pengelolaan fiskal Indonesia, yang juga didukung oleh daya tarik Surat Utang Negara (SUN) yang kompetitif.

Yield obligasi negara tetap stabil meskipun pasar keuangan global mengalami gejolak. SUN tenor 10 tahun menunjukkan daya saing yang tinggi, membuktikan bahwa risiko investasi di Indonesia masih dalam batas wajar dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Stabilitas ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang solid, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03 persen secara tahunan pada 2024. Konsumsi domestik yang kuat, inflasi yang terkendali meskipun sempat mengalami deflasi 0,09 persen, serta performa positif sektor manufaktur dan perdagangan menjadi faktor pendorong utama.

Minat investor global terhadap SUN juga tercermin dalam surplus neraca pembayaran tahun 2024 sebesar 7,2 miliar dolar AS. Peningkatan arus modal masuk ke SBN sepanjang 2024 mencapai 3,18 miliar dolar AS, menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap instrumen keuangan Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil lelang SBN pada 18 Maret 2025, yang mencatat penawaran sebesar Rp61,76 triliun dengan bid-to-cover ratio yang cukup tinggi.

Pemerintah terus menerapkan disiplin fiskal yang ketat, dibuktikan dengan surplus keseimbangan primer sebesar Rp48,1 triliun di awal 2025. Efisiensi belanja dilakukan dengan tetap mempertahankan anggaran prioritas seperti perlindungan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa hasil lelang SUN terbaru mencerminkan kepercayaan pasar terhadap pengelolaan fiskal Indonesia, dengan penawaran masuk yang mencapai Rp61,75 triliun, atau 2,38 kali lipat dari target indikatif Rp26 triliun.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Dewan Ekonomi Nasional untuk membahas deregulasi sektor padat karya, termasuk industri tekstil. Pertemuan ini melibatkan Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, dan Luhut Binsar Pandjaitan, guna memperkuat sektor industri dalam negeri.

Defisit APBN Awal 2025 Mengkhawatirkan, Reformasi Fiskal Mendesak

Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 28 Februari 2025 yang mencapai Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai tanda perlunya reformasi fiskal yang mendalam. Selain defisit, pendapatan negara dan penerimaan pajak juga mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data APBN KiTa edisi Februari 2025, pendapatan negara hanya mencapai Rp316,9 triliun atau turun 20,85 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp400,4 triliun. Penerimaan pajak juga merosot tajam sebesar 30,19 persen, dari Rp269,02 triliun pada Februari 2024 menjadi Rp187,8 triliun tahun ini.

Achmad menyoroti bahwa implementasi sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, menjadi salah satu faktor yang menghambat pemungutan pajak. Sistem yang seharusnya mempercepat modernisasi perpajakan justru menimbulkan kendala bagi wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak, sehingga berdampak pada rendahnya penerimaan negara. Di sisi lain, belanja negara tetap berada di angka tinggi, mencapai Rp348,1 triliun, meski sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp374,32 triliun.

Kondisi ini membuat APBN mencatatkan defisit untuk pertama kalinya sejak 2021, berbanding terbalik dengan surplus Rp26,04 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Achmad menegaskan bahwa tahun 2025 bukanlah tahun fiskal biasa dan pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja agar lebih tepat sasaran. Program yang tidak langsung berkontribusi pada pemulihan ekonomi atau pengentasan kemiskinan perlu dievaluasi. Ia juga memperingatkan risiko defisit yang bisa membengkak hingga Rp800 triliun atau sekitar tiga persen dari PDB jika tidak ada langkah antisipatif.

Sebagai solusi, Achmad merekomendasikan tiga langkah strategis, yakni audit independen terhadap sistem Coretax untuk memperbaiki hambatan teknis, peninjauan ulang belanja negara dengan fokus pada kesejahteraan masyarakat, serta diversifikasi sumber pendapatan negara melalui optimalisasi dividen BUMN dan efisiensi aset negara. Ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan reformasi fiskal yang nyata dan terukur agar tidak terjebak dalam lingkaran defisit yang terus melebar.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa defisit sebesar Rp31,2 triliun masih berada dalam target APBN 2025, yaitu Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.

Anggaran Rp100 Triliun Diperlukan untuk Program Makan Bergizi, Sri Mulyani Soroti Tantangan Pendanaan

Menteri Keuangan Sri Mulyani merespons permintaan untuk tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun yang diusulkan guna mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dirancang agar dapat menjangkau lebih banyak penerima manfaat di berbagai wilayah Indonesia. Sebelumnya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, program tersebut telah mendapatkan alokasi dana sebesar Rp71 triliun. Namun, menurut Badan Gizi Nasional, anggaran tersebut dinilai masih belum cukup untuk mencapai target yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Sri Mulyani menyatakan bahwa meskipun anggaran yang tersedia saat ini cukup besar, pemerintah masih perlu mengevaluasi struktur APBN secara menyeluruh untuk menentukan alokasi dana yang paling penting. “Kami sedang menelaah sektor-sektor mana yang memungkinkan untuk mengakomodasi kebutuhan tambahan ini, sambil memastikan semua langkah tetap sesuai dengan prioritas nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden,” ungkapnya dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (22/1/2025).

Meskipun belum memberikan rincian spesifik terkait sumber pendanaan tambahan, Sri Mulyani menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan sedang melakukan analisis mendalam untuk memastikan pengelolaan anggaran tetap efisien. “Kami akan memastikan setiap rupiah digunakan secara optimal dan mengurangi potensi pemborosan,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa dana Rp71 triliun hanya mencukupi untuk melayani sekitar 15 juta hingga 17,5 juta penerima manfaat. Dengan target lebih besar, yaitu 82,9 juta orang sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden, Dadan menegaskan bahwa anggaran tambahan menjadi kebutuhan mendesak agar program ini dapat berjalan maksimal.

Sejak diluncurkan pertama kali pada 6 Januari 2025, program makan bergizi gratis telah memberikan manfaat kepada lebih dari 650 ribu penerima di 31 provinsi melalui 234 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Sasaran utama program ini adalah anak-anak sekolah. Pemerintah menargetkan jumlah penerima manfaat akan terus meningkat, dengan proyeksi 3 juta penerima pada April 2025, dan meningkat menjadi 6 juta pada Agustus 2025.

Dengan tambahan anggaran yang direncanakan, pemerintah berharap dapat mempercepat distribusi manfaat dari program ini, sehingga dampaknya terhadap masyarakat, khususnya kelompok yang membutuhkan dukungan gizi untuk pertumbuhan optimal, dapat lebih terasa secara luas.


Sri Mulyani Ungkap Tantangan Pendanaan Makan Bergizi Gratis, Butuh Rp100 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan tanggapan terkait permintaan tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang direncanakan dapat menjangkau lebih banyak penerima manfaat di seluruh Indonesia. Program ini sebelumnya telah mendapatkan alokasi dana sebesar Rp71 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, namun menurut Badan Gizi Nasional, dana tersebut masih belum mencukupi untuk memenuhi target Presiden Prabowo Subianto.

Sri Mulyani mengungkapkan, meskipun anggaran yang sudah disediakan cukup besar, pemerintah perlu meninjau lebih lanjut keseluruhan struktur APBN dan menentukan alokasi yang paling prioritas. “Kami sedang mengidentifikasi pos-pos mana yang dapat menampung kebutuhan tambahan ini, sambil memastikan semua kebijakan tetap sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan oleh Presiden,” jelasnya saat memberikan keterangan di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (22/1/2025).

Meskipun belum memberikan rincian mengenai sumber pendanaan tambahan tersebut, Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan tengah melakukan kajian mendalam untuk memastikan anggaran yang ada dapat dikelola seefisien mungkin. “Kami akan memastikan anggaran ini digunakan secara tepat dan mengurangi inefisiensi,” tambahnya.

Di sisi lain, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menekankan bahwa alokasi Rp71 triliun hanya cukup untuk melayani 15 juta hingga 17,5 juta penerima manfaat. Namun, dengan target yang jauh lebih tinggi, yaitu menjangkau 82,9 juta orang seperti yang diinginkan oleh Presiden, Dadan menyatakan bahwa tambahan dana sangat diperlukan agar program ini dapat berjalan efektif.

Sejak peluncuran perdana pada 6 Januari 2025, program makan gratis telah berhasil menjangkau lebih dari 650 ribu penerima manfaat di 31 provinsi melalui 234 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang utamanya menyasar anak-anak sekolah. Pemerintah menargetkan angka penerima manfaat akan meningkat signifikan, dengan 3 juta orang diperkirakan akan terlayani pada April 2025 dan jumlahnya diproyeksikan naik menjadi 6 juta orang pada Agustus 2025.

Dengan rencana pengalokasian dana tambahan tersebut, pemerintah berharap dapat mempercepat distribusi manfaat program makan bergizi gratis ini, demi menciptakan dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan dukungan gizi untuk tumbuh kembang yang optimal.

Sri Mulyani Berburu Pajak Dari Ekonomi Bawah Tanah, Ini Rencana Besarnya!

Jakarta — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sedang fokus untuk mengatasi dan mengoptimalkan pajak dari sektor ekonomi bawah tanah. Ekonomi bawah tanah, yang terdiri dari aktivitas ekonomi yang tidak tercatat atau dilaporkan, telah menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara. Dengan penerimaan pajak yang diperkirakan masih rendah dari sektor ini, Sri Mulyani berencana untuk memperkenalkan sejumlah langkah strategis guna memperluas basis pajak dan menurunkan tingkat ketidakpatuhan pajak di masyarakat.

Salah satu rencana besar yang diusung oleh Sri Mulyani adalah memperkuat sistem digitalisasi untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi ruang gerak ekonomi bawah tanah. Pemerintah berencana memperluas penggunaan teknologi informasi dan integrasi data antara berbagai lembaga, termasuk perpajakan, perbankan, dan sektor lainnya, untuk memudahkan pengawasan dan pengumpulan pajak. Dengan memanfaatkan big data dan kecerdasan buatan, pemerintah berharap dapat mendeteksi aktivitas ekonomi yang selama ini tidak tercatat, sekaligus meminimalkan potensi kebocoran pajak.

Selain itu, Sri Mulyani juga menyarankan agar pajak dapat dikenakan dengan cara yang lebih adil dan sesuai dengan kapasitas sektor-sektor informal, seperti pedagang kecil dan usaha mikro. Pemerintah sedang merumuskan kebijakan yang memungkinkan sektor-sektor ini untuk tetap berkontribusi terhadap pendapatan negara tanpa memberatkan mereka. Salah satu langkah yang diambil adalah mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak bagi pelaku usaha kecil, sekaligus memberikan insentif untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kewajiban pajak.

Dengan memperluas cakupan pajak dari sektor ekonomi bawah tanah, Sri Mulyani berharap dapat meningkatkan pendapatan negara yang sangat dibutuhkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur dan program sosial. Selain itu, penguatan sistem pajak yang lebih inklusif dan transparan akan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan berkelanjutan. Peningkatan pendapatan pajak juga dipandang sebagai kunci untuk mengurangi ketergantungan pada utang negara serta mempercepat proses pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Namun, meskipun rencana ini memiliki potensi besar, tantangan dalam penerapannya tetap ada. Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada partisipasi aktif masyarakat dan dukungan dari sektor swasta. Pemerintah perlu memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak terlalu memberatkan sektor-sektor yang rentan, sementara tetap mampu mengurangi praktik ekonomi bawah tanah yang merugikan perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, Sri Mulyani menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan transparan.