Tag Archives: SOSIAL

https://orkutluv.com

Korea Selatan Catat Kenaikan Tingkat Kesuburan, Sinyal Perubahan Demografi?

Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir, tingkat kesuburan Korea Selatan mengalami peningkatan pada 2024. Kenaikan ini diyakini sebagai dampak dari meningkatnya jumlah pernikahan, memberikan harapan bahwa krisis demografi di negara tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Berdasarkan data awal yang dirilis Statistik Korea, tingkat kesuburan nasional—yang mengukur rata-rata jumlah anak yang diperkirakan dimiliki seorang perempuan selama masa reproduksinya—mencapai angka 0,75 pada 2024. Sebelumnya, pada 2023, angka tersebut berada di titik terendah, yaitu 0,72, setelah mengalami penurunan selama delapan tahun berturut-turut.

Sejak 2018, Korea Selatan menjadi satu-satunya negara dalam keanggotaan Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang memiliki tingkat kesuburan di bawah angka 1. Pemerintah pun telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong kaum muda agar menikah dan memiliki anak. Presiden Yoon Suk Yeol—sebelum dimakzulkan—bahkan mengakui bahwa negara menghadapi krisis demografi serius dan berencana membentuk kementerian khusus guna menangani rendahnya angka kelahiran. Menurut pejabat Statistik Korea, Park Hyun-jung, perubahan nilai sosial yang lebih positif terhadap pernikahan dan kelahiran turut berperan dalam peningkatan ini.

Jumlah pernikahan meningkat signifikan pada 2024 dengan lonjakan 14,9 persen, menjadi yang tertinggi sejak pencatatan data dimulai pada 1970. Sebelumnya, pada 2023, jumlah pernikahan juga naik 1 persen akibat efek pascapandemi. Di Korea Selatan, pernikahan sering kali dianggap sebagai syarat utama sebelum memiliki anak, sehingga terdapat korelasi erat antara peningkatan jumlah pernikahan dengan kelahiran bayi.

Namun, meskipun terjadi kenaikan angka kelahiran, tingkat kesuburan tetap sangat rendah di beberapa daerah, terutama di Seoul, yang mencatat angka 0,58 pada tahun lalu. Selain itu, jumlah kematian masih melebihi angka kelahiran dengan selisih 120.000 orang, menyebabkan populasi terus menyusut secara alami tanpa faktor migrasi. Sejong, kota administratif yang dibangun untuk mengurangi kepadatan di Seoul, menjadi satu-satunya wilayah yang mencatat pertumbuhan populasi. Statistik terbaru memproyeksikan bahwa populasi Korea Selatan, yang mencapai puncaknya di angka 51,83 juta pada 2020, diperkirakan akan menurun drastis menjadi 36,22 juta pada 2072.

Istana Tanggapi #KaburAjaDulu: Merantau Itu Hak, Asal Sesuai Aturan

Viral Tagar #KaburAjaDulu, Kepala Komunikasi Kepresidenan Beri Tanggapan

Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, merespons maraknya tagar #KaburAjaDulu yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Menanggapi fenomena ini, ia mempertanyakan ke mana tujuan warganet yang ingin “kabur” tersebut.

“Mau kabur ke mana?” ujar Hasan saat ditemui wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Peluang Kerja di Luar Negeri

Hasan menegaskan bahwa merantau ke luar negeri bukanlah sesuatu yang buruk, selama seseorang memiliki keterampilan yang memadai untuk bersaing di pasar kerja internasional.

“Merantau itu hal yang bagus. Tapi kalau ingin bekerja di luar negeri, harus memiliki keahlian. Jika tidak, nanti akan sulit mendapatkan pekerjaan yang layak,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melarang masyarakat yang ingin merantau. Namun, ia mengingatkan agar setiap individu tetap mengikuti prosedur yang berlaku agar tidak menjadi imigran ilegal.

“Yang penting, kalau ingin bekerja di luar negeri harus mengikuti aturan. Jangan sampai menjadi pendatang ilegal,” tegas Hasan.

Tanggapan Santai Wamenaker

Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer turut memberikan komentar terkait tren tagar tersebut. Menurutnya, fenomena ini tidak perlu dianggap sebagai masalah serius.

“Kalau memang ingin pergi, silakan saja. Bahkan kalau tidak mau kembali juga tidak masalah, hahaha,” ujarnya sambil tertawa saat ditemui di Kantor Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Jakarta.

Menurut Immanuel, tren di media sosial seperti #KaburAjaDulu hanyalah bentuk ekspresi warganet dan tidak perlu direspons secara berlebihan.

“Tagar-tagar seperti itu tidak perlu terlalu dipikirkan secara mendalam,” tambahnya.

Menaker: Ini Bukan Soal Kabur, tetapi Peluang

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli juga turut memberikan pandangannya terkait maraknya tagar ini. Ia menilai bahwa keberadaan tagar #KaburAjaDulu bukan berarti masyarakat benar-benar ingin meninggalkan Indonesia untuk selamanya. Justru, menurutnya, ini adalah refleksi dari meningkatnya minat generasi muda untuk mencari pengalaman kerja di luar negeri.

“Saya melihat ada peluang kerja di luar negeri, dan itu bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan mereka. Nantinya, mereka bisa kembali dan membangun Indonesia dengan pengalaman yang diperoleh di luar negeri,” ujar Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Menaker juga menegaskan bahwa fenomena ini harus menjadi perhatian pemerintah dalam menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri.

“Ini menjadi tantangan bagi kami di pemerintah. Jika aspirasi mereka menunjukkan kurangnya peluang kerja di dalam negeri, maka tugas pemerintah adalah menciptakan pekerjaan yang lebih baik di Indonesia,” tuturnya.

Tagar #KaburAjaDulu, Cerminan Keresahan Masyarakat

Tagar #KaburAjaDulu yang tengah viral di media sosial mencerminkan keresahan sebagian masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Banyak yang merasa bahwa masa depan mereka di dalam negeri tidak menentu, sehingga mereka mencari peluang yang lebih baik di luar negeri.

Salah satu pengguna media sosial, akun X @Ju***Ekspor, mengungkapkan pendapatnya terkait tren ini.

“Baru ramai sekarang soal #KaburAjaDulu? Gue udah bilang dari dulu, Indonesia makin nggak karuan. Bisnis semakin sulit, banyak permainan orang dalam, impor merajalela, inflasi naik terus, gaji nggak sebanding, kualitas hidup menurun. Makanya gue pilih pindah dan buka bisnis di luar negeri,” tulisnya.

Fenomena ini menjadi refleksi bagi pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan agar masyarakat, khususnya generasi muda, tidak merasa terpaksa mencari masa depan di luar negeri.