Korea Utara kembali melontarkan kritik tajam terhadap G7 setelah kelompok negara industri maju itu menuntut penghentian program nuklir dan senjata pemusnah massal Pyongyang dalam pertemuan yang berlangsung di Charlevoix, Kanada, pada 14 Maret. Melalui media pemerintah Korean Central News Agency (KCNA), Korut menegaskan bahwa mereka tidak akan mentoleransi campur tangan asing dalam kedaulatan dan kebijakan dalam negerinya. Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Korut sehari setelah pertemuan G7 berlangsung.
Menurut Pyongyang, negara-negara anggota G7 justru merupakan pihak yang menggunakan senjata nuklir sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik dan militer yang bersifat hegemonik. Korut menuding kelompok tersebut melakukan tindakan proliferasi nuklir secara ilegal dengan alasan “berbagi nuklir” serta “tawaran penangkalan yang diperluas”. Pyongyang menyebut bahwa negara-negara Barat bertanggung jawab atas ketidakstabilan global, sehingga jika mereka benar-benar menginginkan pelucutan nuklir, maka mereka seharusnya memulainya dari diri mereka sendiri sebelum menekan negara lain.
Sebagai bentuk respons terhadap tekanan internasional, Korea Utara menegaskan komitmennya untuk terus memperbarui serta memperkuat kapasitas nuklirnya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Langkah ini, menurut Pyongyang, bukan hanya untuk menghadapi ancaman eksternal, tetapi juga sebagai upaya dalam menjaga stabilitas kawasan dan keamanan global. Sebagai negara pemilik senjata nuklir, Korut mengklaim bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan kekuatan serta mencegah konflik yang dapat mengancam wilayahnya.