Tag Archives: MK

Pemerintah Pelajari Putusan MK Terkait Penghapusan Presidential Threshold

Pada tanggal 3 Januari 2025, pemerintah Indonesia mulai mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Keputusan ini diambil setelah MK mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan oleh sejumlah pihak, yang menyatakan bahwa ambang batas tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Putusan MK yang dibacakan pada 2 Januari 2025 ini menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mensyaratkan calon presiden harus diusulkan oleh partai politik yang memiliki minimal 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional, tidak lagi berlaku. Hal ini dipandang sebagai langkah penting untuk memperluas peluang bagi lebih banyak calon presiden dan wakil presiden yang ingin berpartisipasi dalam pemilu mendatang.

Dengan dihapuskannya presidential threshold, diperkirakan akan ada lebih banyak calon presiden yang muncul dalam pemilu 2029. Hal ini dapat menciptakan dinamika baru dalam politik Indonesia, di mana lebih banyak partai politik memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon mereka. Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan representasi demokratis dan memberikan hak politik yang lebih luas kepada masyarakat.

Reaksi terhadap putusan ini bervariasi di kalangan partai politik. Beberapa partai non-parlemen menyambut baik keputusan tersebut, menganggapnya sebagai kemenangan bagi demokrasi dan hak konstitusi. Namun, ada juga partai-partai besar yang khawatir bahwa penghapusan ambang batas dapat menyebabkan fragmentasi politik dan mempersulit pembentukan pemerintahan yang stabil.

Pemerintah dan DPR kini dihadapkan pada tantangan untuk merevisi undang-undang pemilu sesuai dengan putusan MK. Wakil Ketua MK Saldi Isra menyarankan agar pengusulan pasangan calon tidak didasarkan pada persentase kursi di DPR, melainkan memberikan kesempatan kepada semua partai politik untuk mencalonkan kandidat mereka. Hal ini memerlukan diskusi dan kesepakatan antara berbagai pihak untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang adil dan transparan.

Dengan penghapusan presidential threshold, Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemilihan umum. Tahun 2025 diharapkan menjadi tahun penting bagi reformasi politik dan peningkatan kualitas demokrasi di Tanah Air. Semua pihak kini menantikan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan DPR untuk menyesuaikan regulasi pemilu agar sejalan dengan putusan MK, serta dampak jangka panjangnya terhadap lanskap politik Indonesia.

MK Instruksikan Pemerintah Tunda Terbitkan Aturan Baru Terkait UU Konservasi SDA

Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan sela atas gugatan uji formil terkait Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Melalui putusan ini, MK meminta pemerintah untuk menunda penerbitan peraturan baru yang berkaitan dengan konservasi sumber daya alam hayati hingga proses hukum atas undang-undang tersebut selesai.

Putusan ini dibacakan pada sidang MK dengan perkara nomor 132/PUU-XXII/2024, yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024). Perkara ini menguji formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pemohon dalam gugatan ini meminta MK untuk menunda penerapan UU Nomor 32 Tahun 2024, yang dinilai tidak memenuhi beberapa ketentuan hukum. Mereka berpendapat bahwa undang-undang tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945, UU Nomor 13 Tahun 2022, dan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Pemohon juga mengungkapkan bahwa UU ini tidak memiliki kejelasan tujuan, yang seharusnya menjadi asas dasar dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Menurut pemohon, undang-undang ini seharusnya mempertimbangkan peran masyarakat adat yang telah lama mengelola sumber daya alam di wilayah konservasi sebelum pembentukan NKRI. Masyarakat adat ini memiliki cara pengelolaan yang selaras dengan prinsip keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem.

“Jauh sebelum undang-undang ini diterbitkan, masyarakat adat telah menjaga dan merawat kelestarian alam dengan cara yang harmonis dan berkelanjutan. Mereka tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga menjaga keberlanjutannya,” jelas pemohon dalam gugatan.

Dalam pertimbangan MK, ada kebutuhan mendesak untuk mendengar pendapat dari pihak pembentuk UU terkait gugatan ini. Namun, MK juga menghadapi jadwal penyelesaian perkara perselisihan hasil Pilkada 2024 yang mendesak, sehingga putusan final atas permohonan ini mungkin akan ditunda.

“Mahkamah perlu fokus pada penyelesaian sengketa hasil Pilkada 2024 yang merupakan agenda nasional, sehingga pemeriksaan kasus ini harus ditunda sementara,” jelas Hakim MK Saldi Isra.

Ketua MK Suhartoyo kemudian menetapkan bahwa persidangan terkait uji formil Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati akan dilanjutkan setelah perkara Pilkada selesai. Ia juga memerintahkan pemerintah untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru terkait UU Nomor 32 Tahun 2024 hingga putusan final dikeluarkan oleh MK.