Tag Archives: KPK

https://orkutluv.com

Ganjar Pranowo Tegaskan Hasto Kristiyanto Masih Aktif Sebagai Sekjen PDIP

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Ganjar Pranowo, memastikan bahwa Hasto Kristiyanto masih menjalankan tugasnya sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan hingga saat ini. Hal tersebut disampaikannya saat menjawab pertanyaan terkait Hasto yang masih menandatangani surat resmi PDI Perjuangan yang ditujukan kepada DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah pada Rabu (16/4). Ganjar menegaskan keabsahan surat itu, yang berisi pencabutan peraturan internal DPD dan akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme partai.

Surat tersebut menyatakan bahwa Dewan Pimpinan Pusat memutuskan mencabut Peraturan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Tengah mengenai strategi pemenangan Pemilu 2024. Pencabutan dilakukan berdasarkan evaluasi menyeluruh demi kepentingan strategis partai ke depan. Sementara itu, Hasto Kristiyanto saat ini sedang menghadapi proses hukum sebagai terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan terkait kasus Harun Masiku.

Dalam dakwaan, Hasto disebutkan menginstruksikan agar telepon genggam milik Harun Masiku direndam dalam air oleh penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menghilangkan jejak penyidikan KPK. Ia juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, melakukan hal serupa terhadap ponsel lain sebagai langkah antisipatif. Tidak hanya itu, Hasto bersama sejumlah pihak lainnya juga didakwa terlibat dalam pemberian uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan guna memuluskan proses pergantian antar waktu (PAW) anggota legislatif untuk mengangkat Harun Masiku.

KPK Sebut 16 Ribu Pejabat Belum Serahkan LHKPN, Batas Waktu Tersisa Hingga Besok

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara (PN) untuk segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2024. Hingga saat ini, masih ada sekitar 16 ribu pejabat yang belum melaporkan LHKPN mereka.

“Hingga 9 April 2025, terdapat 16.867 PN/WL yang belum menyerahkan LHKPN (wajib lapor) dari total 416.723 wajib lapor, yang berarti sekitar 4 persen belum melaporkan harta kekayaannya,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, dalam konferensi pers di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

KPK telah memperpanjang batas waktu pelaporan hingga Jumat (11/4) besok. Tessa berharap agar seluruh penyelenggara negara dapat menyerahkan LHKPN tepat waktu, dengan penuh kepatuhan, dan lengkap.

“KPK juga mengimbau para pimpinan dan satuan pengawas internal di masing-masing instansi untuk secara aktif memantau dan memastikan kepatuhan pelaporan LHKPN oleh para PN/WL di lingkungan mereka,” tambahnya.

Tessa juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, sudah ada 399.925 penyelenggara negara yang melaporkan LHKPN mereka. Menurutnya, kepatuhan dalam pelaporan LHKPN merupakan langkah awal yang penting dalam upaya pencegahan korupsi.

Lebih rinci, dari sektor Eksekutif, terdapat 320.647 pejabat yang telah melapor dari 333.027 wajib lapor, dengan 12.423 yang belum melaporkan, mencapai persentase 96,28% dari total pelaporan. Sementara itu, di sektor Legislatif, terdapat 20.877 wajib lapor, dengan 17.439 telah melaporkan, sementara 3.456 lainnya belum melaporkan, yang berarti persentase pelaporannya adalah 83,53%.

Tessa juga menambahkan, terkait pimpinan DPR, empat sudah melapor dan satu belum. Informasi terbaru akan terus diperbarui. “Apabila ada pimpinan DPR atau penyelenggara negara lainnya yang belum menyerahkan laporan, mereka akan diberikan teguran. Artinya, mereka yang terlambat setelah Jumat (11/4) akan ditegur,” ujar Tessa.

Di sektor Yudikatif, tercatat ada 17.931 wajib lapor, dengan 17.925 yang telah melapor, mencapai 99,97%, sehingga hanya ada tujuh pejabat yang belum menyerahkan laporan. Sedangkan di sektor BUMN dan BUMD, 43.914 pejabat sudah melapor dari total 44.888 wajib lapor, dengan 981 yang belum melapor, mencapai 97,83%.

KPK Ungkap 6 Tersangka Baru dalam Kasus Suap PAW Harun Masiku, Hasto Kristiyanto Terlibat

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kemajuan terbaru dalam penyelidikan kasus suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Pada Selasa, 24 Desember 2024, KPK mengumumkan penetapan dua tersangka baru, yakni Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, serta Donny Tri Istiqomah, seorang pengacara yang juga berafiliasi dengan PDIP. Keduanya terlibat dalam skandal suap yang melibatkan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Dengan penambahan tersangka ini, jumlah individu yang terkait dalam perkara ini kini berjumlah enam orang, dengan tiga di antaranya sudah menjalani hukuman.

Hasto Kristiyanto Menjadi Tersangka Hasto Kristiyanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP, ditetapkan sebagai tersangka pada akhir Desember 2024 setelah KPK melakukan gelar perkara pada 20 Desember dan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan pada 23 Desember 2024. Hasto diduga terlibat dalam pemberian suap kepada Wahyu Setiawan untuk memperlancar proses PAW Harun Masiku sebagai anggota DPR, menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas.

Hasto diduga berkolaborasi dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah dalam upaya memberikan suap kepada Wahyu dan Agustiani Tio Fridelina agar Harun dapat menggantikan Nazarudin meski jumlah suaranya kalah dari kandidat lain, Riezky Aprillia. Selain itu, Hasto juga diduga terlibat dalam upaya menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice), dengan membocorkan informasi tentang operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada awal 2020 dan mencoba menghapus jejak digital, termasuk memberikan informasi kepada Harun untuk menghancurkan bukti elektronik.

Donny Tri Istiqomah: Terlibat dalam Pengurusan PAW Donny Tri Istiqomah, seorang pengacara yang juga berafiliasi dengan PDIP, turut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus ini. Ia diduga memainkan peran penting dalam pengaturan dan pengurusan PAW Harun Masiku. Meskipun sudah dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan, penyelidikan terkait perannya dalam kasus ini masih terus berlanjut.

Harun Masiku: Buron Sejak 2020 Harun Masiku, yang telah menjadi tersangka sejak 2020, masih berstatus buron. Upaya penangkapan terhadapnya telah dilakukan selama lebih dari empat tahun, termasuk bekerja sama dengan Interpol dan menyelidiki keluarga serta kerabat terdekatnya. Meskipun foto terbaru Harun telah dirilis dalam surat penangkapan yang diperbarui pada Desember 2024, ia masih belum berhasil ditangkap. Harun diduga menyiapkan dana sekitar Rp850 juta untuk menyuap Wahyu Setiawan agar dapat menggantikan Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR.

Tersangka Lain yang Terlibat Selain Hasto dan Donny, beberapa individu lain juga terlibat dalam kasus ini. Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU, telah dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan dibebaskan bersyarat pada Oktober 2023. Bersama Agustiani Tio Fridelina, yang dijatuhi hukuman empat tahun penjara, Wahyu menerima uang suap sebesar Rp600 juta terkait dengan PAW ini. Saeful Bahri, seorang kader PDIP yang juga merupakan orang kepercayaan Hasto, telah dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan terkait kasus ini.

Kasus ini terus menarik perhatian publik karena melibatkan sejumlah tokoh penting dalam dunia politik Indonesia, serta memperlihatkan bagaimana praktik korupsi dapat terjadi di tingkat pemerintahan dan legislatif. KPK berkomitmen untuk melanjutkan penyelidikan ini hingga semua pihak yang terlibat memperoleh hukuman yang setimpal.

Mengungkap 6 Tersangka Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Kristiyanto Ikut Terjerat

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkapkan perkembangan terbaru dalam kasus dugaan suap terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Pada Selasa, 24 Desember 2024, KPK resmi menetapkan dua tersangka baru, yaitu Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), dan Donny Tri Istiqomah, seorang advokat PDIP, yang keduanya terlibat dalam praktik suap yang melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Seiring dengan penetapan ini, total tersangka yang terkait dalam kasus ini kini mencapai enam orang, dengan tiga di antaranya telah menjalani vonis.

Hasto Kristiyanto Ditetapkan Tersangka

Hasto Kristiyanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP, menjadi sorotan setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka pada akhir Desember 2024. Penetapan ini mengikuti gelar perkara yang dilaksanakan pada 20 Desember 2024 dan Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan pada 23 Desember 2024. Hasto terlibat dalam pemberian suap kepada Wahyu Setiawan untuk memuluskan proses PAW Harun Masiku, yang menjadi anggota DPR RI menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas.

Hasto diduga berkolaborasi dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah untuk memberikan suap kepada Wahyu dan Agustiani Tio Fridelina agar Harun bisa diangkat sebagai pengganti Nazarudin meskipun perolehan suaranya kalah dari kandidat lain, Riezky Aprillia. Tidak hanya itu, Hasto juga diduga terlibat dalam upaya perintangan penyidikan (obstruction of justice) dengan membocorkan informasi terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada awal 2020 serta mencoba menghilangkan jejak digital, termasuk membocorkan informasi kepada Harun untuk merendam ponsel.

Donny Tri Istiqomah: Peran Penting dalam Pengurusan PAW

Selain Hasto, KPK juga menetapkan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka dalam kasus ini. Donny, seorang advokat PDIP, diduga memiliki peran penting dalam proses suap terkait PAW Harun Masiku. Ia diduga turut berkontribusi dalam upaya pengaturan dan pengurusan PAW ini, meskipun sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan untuk mendalami keterlibatannya lebih lanjut.

Harun Masiku: Buron Sejak 2020

Sementara itu, Harun Masiku, yang sudah menjadi tersangka sejak 2020, masih berstatus buron. KPK telah berupaya menangkap Harun selama lebih dari empat tahun dengan bekerja sama dengan Interpol dan memeriksa keluarga serta kerabat terdekatnya. Meskipun foto terbaru Harun telah dirilis dalam surat penangkapan yang diperbarui pada Desember 2024, dia masih belum berhasil ditangkap. Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk menyuap Wahyu Setiawan agar bisa menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR.

Tersangka Lain yang Terlibat

Selain Hasto dan Donny, beberapa orang lainnya juga terlibat dalam kasus ini. Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU, telah menjalani vonis penjara selama tujuh tahun dan telah menerima pembebasan bersyarat sejak Oktober 2023. Ia bersama Agustiani Tio Fridelina, yang divonis empat tahun penjara, menerima uang suap sebesar Rp600 juta terkait PAW ini. Saeful Bahri, kader PDIP dan orang kepercayaan Hasto, juga telah divonis dengan hukuman penjara 1 tahun 8 bulan terkait kasus ini.

Kasus ini terus menjadi perhatian publik karena melibatkan berbagai tokoh penting dalam politik Indonesia dan menunjukkan bagaimana praktik korupsi dapat terjadi di tingkat pemerintahan dan legislatif. KPK berjanji untuk terus mengusut kasus ini hingga semua pihak yang terlibat mendapat keadilan yang setimpal.

KPK Dalami Keterkaitan Rachland Nashidik Dan Demokrat Dalam Kasus Suap MA

Pada 26 Oktober 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan sedang mendalami keterkaitan Rachland Nashidik, seorang politisi senior dari Partai Demokrat, dalam kasus suap yang melibatkan Mahkamah Agung (MA). Penyelidikan ini menyoroti peran politikus dalam skandal yang berpotensi mencoreng reputasi partai dan institusi hukum di Indonesia.

Pertama, kasus suap ini mencuat setelah adanya laporan dugaan penyuapan oleh sejumlah pihak kepada hakim di MA untuk mempengaruhi putusan dalam sebuah perkara. KPK menganggap penting untuk menyelidiki keterlibatan Rachland Nashidik, mengingat posisinya yang strategis di partai dan dampaknya terhadap proses hukum di Indonesia. Penyelidikan ini diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta baru terkait praktik korupsi yang melibatkan oknum-oknum di lembaga peradilan.

Selanjutnya, KPK telah memanggil beberapa saksi untuk memberikan keterangan terkait hubungan Rachland dengan kasus tersebut. Proses pengumpulan informasi ini sangat krusial untuk memahami apakah ada aliran dana atau pengaruh politik yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Penegakan hukum yang transparan dan adil akan menjadi perhatian publik, terutama dalam konteks kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

Selain itu, langkah KPK ini juga menjadi sinyal bagi partai politik lainnya untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan praktik politik. Dengan semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap, diharapkan para politisi akan lebih berkomitmen untuk menjunjung tinggi integritas dan etika dalam berpolitik. Ini penting untuk memperbaiki citra partai dan meningkatkan kepercayaan publik.

Sebagai penutup, penyelidikan KPK terhadap Rachland Nashidik dan dugaan keterlibatannya dalam kasus suap MA adalah langkah penting dalam memerangi korupsi di Indonesia. Dengan harapan bahwa proses hukum yang berjalan akan menuntaskan masalah ini, masyarakat menanti hasil yang adil dan transparan, sehingga kepercayaan terhadap institusi hukum dan politik dapat dipulihkan.