Tag Archives: Investasi

https://orkutluv.com

Kerja Sama Indonesia dan Korea Selatan: Memperkuat Sektor Hilirisasi dan Ekonomi Digital

Indonesia dan Korea Selatan semakin memperkuat kemitraan mereka, terutama di bidang hilirisasi industri, energi terbarukan, infrastruktur, dan ekonomi digital. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, total investasi Korea Selatan hingga 2023 mencapai 15,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp260 triliun. Pada 2024, angka investasi ini mencatatkan rekor tertinggi dengan mencapai 2,98 miliar dolar AS. “Ini adalah bukti bahwa Indonesia tidak hanya menjadi tujuan investasi, tetapi juga mitra strategis untuk pertumbuhan jangka panjang,” ungkap Shinta dalam acara Korea-Indonesia Business Roundtable yang berlangsung di Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut, Federation of Korean Industries (FKI) dan Apindo menandatangani nota kesepahaman (MoU) sebagai wujud komitmen untuk memperkuat hubungan bisnis dan mempromosikan investasi serta perdagangan di sektor-sektor yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu, kedua negara juga mendirikan Korea-Indonesia Business Council yang diharapkan dapat menjadi kekuatan multi-stakeholder untuk menghimpun perusahaan besar dan asosiasi sektor dari kedua negara.

Shinta menambahkan bahwa Apindo akan memfasilitasi business matching yang terstruktur, merencanakan co-investment, serta mendorong joint venture di berbagai sektor seperti industri hilir, infrastruktur, energi terbarukan, dan manufaktur. Apindo juga menekankan pentingnya kerja sama dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk mendukung hilirisasi industri dan energi berbasis terbarukan (EBT). Selain itu, Apindo bersama pemerintah akan berupaya menyederhanakan regulasi, meningkatkan transparansi, dan menjamin kesetaraan bagi semua investor, termasuk dari Korea Selatan. Dalam pertemuan ini, Presiden Prabowo Subianto juga dijadwalkan menerima kunjungan kehormatan dari FKI untuk mempererat hubungan ekonomi kedua negara.

Bursa Saham Terbaik Dalam Dekade Terakhir

Selama sepuluh tahun terakhir, pasar saham global telah melewati berbagai tantangan besar, mulai dari perang dagang yang dimulai pada 2018, dampak pandemi Covid-19 pada 2020, hingga ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Namun, meski dihantam oleh sejumlah guncangan tersebut, bursa saham Amerika Serikat dan India berhasil mencatatkan hasil yang luar biasa, sementara pasar China justru mengalami penurunan yang cukup tajam.

Berdasarkan data dari CNBC Research Indonesia, indeks NASDAQ di Amerika Serikat menjadi yang terbaik dengan kenaikan 239,03% dalam periode tersebut, yang setara dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) 12,99%. Sementara itu, indeks SENSEX dari India mencatatkan pertumbuhan 190,06% (CAGR 11,24%), dan S&P 500 di Amerika Serikat juga mengalami kenaikan signifikan sebesar 160,15% (CAGR 10,03%). Pasar saham Brasil, melalui indeks Bovespa, juga menunjukkan performa yang solid dengan kenaikan 142,27% (CAGR 9,25%).

Di sisi lain, indeks Dow Jones mencatatkan pertumbuhan 122,30% (CAGR 8,32%), diikuti oleh bursa saham Jerman, DAX, yang naik sebesar 83,33% (CAGR 6,25%), dan Nikkei 225 dari Jepang dengan kenaikan 77,55% (CAGR 5,91%). Beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Kanada, dan Italia mencatatkan pertumbuhan yang lebih kecil, di bawah 6%. Namun, pasar saham China menunjukkan penurunan signifikan dengan indeks Shanghai Composite yang turun -24,19%, dan Shenzhen Component yang anjlok -31,82%. Sementara itu, Indonesia mencatatkan kenaikan moderat sebesar 28,11% (CAGR 2,51%), sedikit lebih baik dibandingkan dengan Meksiko yang hanya tumbuh 23,19% (CAGR 2,11%).

Ibas Ajak Singapura Kolaborasi untuk Meningkatkan Perekonomian Indonesia

Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, yang akrab disapa Ibas, menekankan pentingnya kerjasama perdagangan antara Indonesia dan negara lain, terutama Singapura, untuk mendongkrak perekonomian nasional. Pernyataan tersebut disampaikan Ibas dalam diskusi bersama Singapore International Chamber of Commerce (SICC), lembaga kamar dagang tertua di Singapura pada 24 April 2025.

Ibas berharap bahwa Indonesia dan Singapura dapat meningkatkan kolaborasi dalam hal investasi, perdagangan, dan berbagai program ekonomi lainnya. Dalam kesempatan tersebut, Ibas yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang Indonesia (Kadin), menyampaikan bahwa kerja sama antar pemerintah, parlemen, dan pelaku bisnis dari kedua negara sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global yang ada.

Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi lebih dari lima persen pada tahun ini dan optimistis dapat mencapai delapan persen dalam beberapa tahun mendatang. Ibas berharap pertemuan tersebut dapat memberikan masukan mengenai regulasi dan praktik perdagangan yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut.

Ibas juga menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi Singapura, baik dalam perdagangan maupun investasi. Dia menambahkan bahwa Indonesia terus berupaya meningkatkan kredibilitas dan keadilan dalam penegakan hukum serta memperbaiki regulasi yang lebih ramah bagi dunia usaha.

Sementara itu, Wong Joo Seng, Second Deputy Chairman SICC Board, mengapresiasi apa yang telah disampaikan Ibas. Dia menilai Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam hal stabilitas dan prediktabilitas, namun berharap ada kebijakan yang lebih ramah investor untuk mempermudah perusahaan Singapura dalam merencanakan investasi di Indonesia.

Deddy Sitorus Soroti Ketimpangan Penggunaan Tanah untuk Investasi dan Hak Rakyat

Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus, meminta agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dapat menyeimbangkan penggunaan tanah untuk investasi dengan hak masyarakat atas tanah adat atau tanah ulayat. Menurutnya, selama ini, pemberian hak atas tanah ulayat sering kali tidak sebanding dengan ekspansi investasi, seperti yang terjadi pada kebun sawit. Ketimpangan ini, kata Deddy, perlu diperbaiki untuk menghindari masalah hukum yang tumpang tindih dan menjamin hak rakyat tetap terjaga.

Deddy menekankan bahwa kepastian hukum adalah kunci untuk menarik investor. Tanpa adanya kepastian tersebut, investor akan enggan masuk, yang pada akhirnya justru merugikan masyarakat. Ia juga mengingatkan bahwa ketidakpastian regulasi dan keberadaan mafia serta makelar tanah semakin memperburuk situasi ini. Untuk itu, ia mengusulkan agar Kementerian ATR/BPN mendorong pemerintah daerah untuk mengajukan tanah ulayat dan tanah adat demi terciptanya kepastian hukum yang jelas.

Ia mengingatkan bahwa pemerintah daerah seringkali kurang peduli terhadap masalah tanah ulayat, sehingga diperlukan dorongan dari pemerintah pusat untuk mempercepat proses pengajuan hak atas tanah tersebut. Menurut Deddy, keseimbangan ini sangat penting untuk menghindari potensi masalah sosial yang lebih besar di masa depan, mengingat luasan tanah untuk rakyat yang semakin sempit di tengah populasi yang terus berkembang.

Deddy juga meminta agar mekanisme anggaran dari pinjaman Bank Dunia untuk program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) lebih diperjelas. Ia khawatir bahwa jika masalah pertanahan tidak diselesaikan dengan baik, pinjaman tersebut justru tidak akan mendatangkan investasi yang diharapkan, bahkan bisa menambah beban negara.

Evaluasi Kebijakan Perdagangan Indonesia: Tantangan Hubungan Dagang dengan AS

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan bahwa Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS) untuk menjaga hubungan dagang yang saling menguntungkan. Menurut Josua, kebijakan proteksionis yang diterapkan Indonesia, seperti tarif yang meningkat dalam satu dekade terakhir, perlu diperbaiki agar tidak menghambat hubungan perdagangan kedua negara. AS mengkritik kebijakan tarif Indonesia, terutama untuk produk-produk seperti elektronik, obat-obatan, kosmetik, dan produk pertanian yang dipatok dengan tarif tinggi.

Selain tarif, kebijakan nontarif juga menjadi perhatian, khususnya dalam hal perizinan impor yang dianggap rumit dan tidak transparan. AS menilai sistem commodity balance yang diterapkan Indonesia menimbulkan ketidakpastian, karena komoditas baru sering kali dimasukkan dalam daftar pembatasan tanpa konsultasi dengan pelaku usaha. Pembatasan ini menghambat ekspor AS, terutama untuk produk seperti gula, beras, daging, dan buah-buahan.

Regulasi lain yang mendapat sorotan adalah penerapan sertifikasi halal yang wajib bagi berbagai produk, serta pembatasan kepemilikan asing di sektor jasa keuangan. Josua mengatakan, jika hambatan perdagangan ini terus berlanjut atau diperketat, hubungan perdagangan Indonesia dengan AS bisa terpengaruh. AS dapat memberikan langkah balasan, seperti pengenaan hambatan serupa terhadap ekspor Indonesia, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekspor dan menurunkan investasi asing.

Untuk mengatasi masalah ini, Josua mengusulkan pendekatan dialog melalui kerangka Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dan AS, sebagai solusi yang lebih konstruktif dalam menyelesaikan hambatan perdagangan ini.

Pemerintah Alokasikan Modal Awal Andantara Rp1.000 T dalam Draf UU BUMN

Indonesia menghadirkan langkah besar dalam dunia investasi dengan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara yang resmi diatur dalam perubahan terbaru Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Melalui UU No. 19 Tahun 2003, yang kini telah mengalami perubahan ketiga, BPI Danantara akan mendapatkan suntikan dana awal yang sangat besar, yakni minimal Rp1.000 triliun.

Hal ini tercantum dalam Pasal 3G ayat (1), yang menyebutkan bahwa modal awal untuk badan ini berasal dari penyertaan modal negara (PMN) serta sumber lain yang dapat dipertimbangkan. Untuk memenuhi kebutuhan investasi besar ini, PMN yang dimaksud dapat berupa berbagai bentuk, mulai dari dana tunai, barang milik negara, hingga saham negara di perusahaan BUMN yang sudah ada.

Tak hanya menyentuh masalah dana awal, perubahan undang-undang ini juga mengatur lebih lanjut tentang struktur operasional BPI Danantara. Dalam Pasal 3G ayat (3), disebutkan bahwa jumlah modal yang dibutuhkan oleh badan ini ditetapkan paling sedikit Rp1.000 triliun.

Investasi Besar untuk Indonesia

Salah satu poin menarik dalam Pasal 3H adalah kewenangan yang dimiliki BPI Danantara untuk melakukan investasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk holding investasi, holding operasional, dan pihak ketiga lainnya. Hal ini membuka peluang besar bagi BPI Danantara untuk mengelola dana negara secara efisien dengan cara yang terdiversifikasi, serta memperluas jangkauan investasi dalam dan luar negeri.

Namun, seperti halnya dalam investasi lainnya, keuntungan dan kerugian yang dihasilkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPI Danantara. Ketika badan ini meraih keuntungan, sebagian dari laba tersebut akan disetorkan sebagai kontribusi bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang akan digunakan untuk kepentingan pembangunan nasional.

Selain itu, pengelolaan risiko dalam investasi menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, ada ketentuan yang mewajibkan BPI Danantara untuk melakukan pencadangan dana guna menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi atau untuk memperkuat modalnya. Ketentuan ini juga akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah untuk memastikan pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel.

Dengan pembentukan BPI Danantara ini, diharapkan Indonesia dapat semakin memperkuat sektor investasi dan ekonomi nasional. Modal besar yang ditanamkan dalam badan ini tentu akan memberikan dampak positif jangka panjang, baik dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengembangkan infrastruktur, maupun mendorong keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pentingnya Investasi Asing Untuk Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Jakarta – Investasi asing menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, keberadaan investasi asing dinilai mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan transfer teknologi.

Salah satu dampak positif dari investasi asing adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Banyak proyek infrastruktur strategis, seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara, didanai oleh investor asing. Dengan adanya dana dan teknologi dari luar, proyek-proyek ini dapat selesai lebih cepat, yang pada gilirannya akan meningkatkan konektivitas dan efisiensi transportasi di Indonesia.

Investasi asing juga berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja baru. Dengan hadirnya perusahaan-perusahaan asing, ribuan hingga puluhan ribu lapangan pekerjaan tersedia bagi masyarakat. Hal ini tidak hanya membantu mengurangi angka pengangguran, tetapi juga meningkatkan daya beli masyarakat melalui upah yang lebih baik.

Keberadaan investasi asing di Indonesia juga membawa dampak positif dalam hal transfer teknologi dan pengetahuan. Perusahaan-perusahaan multinasional sering kali memperkenalkan teknologi terbaru dan praktik bisnis yang lebih efisien. Hal ini dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan bersaing di pasar global.

Investasi asing juga berkontribusi dalam memperkuat stabilitas ekonomi nasional. Dengan adanya aliran investasi yang stabil, negara dapat lebih tahan terhadap gejolak ekonomi global. Selain itu, investasi asing yang masuk dapat meningkatkan cadangan devisa negara, yang penting untuk menjaga nilai tukar rupiah dan mendukung kebijakan moneter.

Dalam menghadapi tantangan ekonomi global, pentingnya investasi asing bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Melalui pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi, dan penguatan stabilitas ekonomi, investasi asing berperan sebagai motor penggerak yang membantu Indonesia mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan. Ke depan, upaya untuk menarik lebih banyak investasi asing harus terus dilakukan agar potensi ekonomi Indonesia dapat dimaksimalkan.