Tag Archives: Gaza

Kepala UNRWA Lazzarini: Israel Langgar Hukum Internasional dalam Perang di Gaza

Lazzarini mengungkapkan bahwa dalam operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza, Israel telah melanggar konvensi internasional yang mengatur perlindungan warga sipil dalam situasi perang. Ia mencatat berbagai serangan udara yang menghancurkan fasilitas penting seperti rumah sakit, sekolah, dan fasilitas kemanusiaan lainnya, yang dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional terkait hak asasi manusia. Lazzarini menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi yang semakin memburuk di Gaza, di mana semakin banyak warga sipil yang menjadi korban akibat konflik ini.

Dalam laporan yang disampaikan kepada PBB, Lazzarini menyebutkan bahwa sejumlah fasilitas yang dikelola oleh UNRWA, termasuk sekolah dan rumah sakit, telah terdampak langsung oleh serangan yang dilakukan oleh Israel. Fasilitas-fasilitas ini, yang berperan dalam memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina, juga dihancurkan. Serangan tersebut, menurut Lazzarini, bukan hanya melanggar prinsip perlindungan warga sipil, tetapi juga merusak infrastruktur vital yang sangat diperlukan untuk membantu masyarakat yang terjebak dalam konflik.

Kondisi di Gaza semakin parah, dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Lazzarini mengungkapkan bahwa lebih dari 20.000 orang telah tewas, dan lebih dari dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan akibat pengungsian massal. Situasi kemanusiaan yang semakin kritis ini menarik perhatian internasional, mengingat banyaknya warga sipil yang kehilangan tempat tinggal serta akses terhadap makanan dan perawatan medis.

Sebagai respons terhadap pelanggaran tersebut, Lazzarini mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan tegas terhadap Israel. Ia menegaskan pentingnya akuntabilitas atas pelanggaran hukum internasional, termasuk perusakan fasilitas kemanusiaan dan serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah. Lazzarini meminta agar PBB dan organisasi internasional lainnya segera mengambil langkah-langkah konkret dalam menanggapi pelanggaran ini dan memastikan bahwa pelaku kejahatan perang dapat dimintai pertanggungjawaban.

Akhir pernyataan Lazzarini diakhiri dengan seruan untuk segera mengakhiri kekerasan dan memulai dialog damai antara pihak-pihak yang terlibat. Ia menekankan bahwa penghentian serangan dan pemulihan bantuan kemanusiaan merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk meredakan penderitaan rakyat Palestina di Gaza. Lazzarini juga mengingatkan bahwa hanya dengan akuntabilitas dan perdamaian yang adil, kondisi kemanusiaan di Gaza dapat diperbaiki.

Kepala UNRWA Lazzarini Sebut Israel Melanggar Semua Aturan Perang Di Gaza

Lazzarini menegaskan bahwa dalam operasi militer yang berlangsung di Gaza, Israel telah melanggar konvensi internasional yang mengatur perlindungan warga sipil selama perang. Ia menyebutkan sejumlah serangan udara yang menargetkan rumah sakit, sekolah, dan fasilitas kemanusiaan lainnya, yang menurutnya merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Lazzarini menyuarakan keprihatinan atas kondisi yang semakin buruk di Gaza, di mana lebih banyak warga sipil menjadi korban akibat konflik ini.

Dalam laporan yang disampaikan kepada PBB, Lazzarini menyebutkan bahwa banyak fasilitas yang dikelola oleh UNRWA, termasuk sekolah dan rumah sakit, telah terkena dampak langsung dari serangan Israel. Ini termasuk serangan yang menghancurkan fasilitas yang digunakan untuk memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina. Serangan tersebut, menurutnya, tidak hanya melanggar prinsip perlindungan terhadap warga sipil, tetapi juga merusak infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat yang terperangkap dalam konflik.

Kondisi di Gaza semakin memburuk, dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat, terutama di kalangan warga sipil. Lazzarini menekankan bahwa lebih dari 20.000 orang telah tewas, dan sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Pengungsian massal juga semakin meluas, dengan lebih dari dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan. Situasi kemanusiaan yang kritis ini menjadi perhatian dunia, karena banyaknya warga sipil yang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap makanan serta perawatan medis.

Sebagai tanggapan atas pelanggaran ini, Lazzarini menyerukan agar komunitas internasional bertindak lebih tegas terhadap Israel. Ia menekankan pentingnya akuntabilitas atas tindakan yang melanggar hukum internasional, termasuk perusakan fasilitas kemanusiaan dan serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah. PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya diminta untuk mengambil langkah konkret dalam menanggapi pelanggaran ini dan memastikan bahwa pelaku kejahatan perang dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala UNRWA menutup pernyataannya dengan seruan mendesak agar kekerasan segera dihentikan dan agar dialog damai dapat dimulai antara pihak-pihak yang bertikai. Menurutnya, penghentian serangan dan pemulihan bantuan kemanusiaan adalah langkah pertama yang sangat diperlukan untuk meredakan penderitaan rakyat Palestina di Gaza. Selain itu, Lazzarini mengingatkan bahwa hanya dengan adanya akuntabilitas dan perdamaian yang adil, kondisi kemanusiaan di Gaza dapat diperbaiki.

Menhan Israel: Kesempatan Baru untuk Gencatan Senjata di Gaza

Upaya baru untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza tengah diupayakan oleh Israel dan Palestina. Langkah ini diharapkan dapat memfasilitasi pengembalian sandera Israel, termasuk warga negara AS, yang masih ditahan di wilayah tersebut.

Menurut laporan Reuters pada Kamis (12/12/2024), Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyampaikan kepada Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, melalui panggilan telepon bahwa peluang untuk kesepakatan baru kini semakin terbuka. Kantor Katz mengonfirmasi bahwa kesepakatan ini dapat mencakup pengembalian semua sandera yang ditawan di Gaza.

Meski demikian, seorang diplomat Barat yang berada di kawasan tersebut mengungkapkan bahwa cakupan kesepakatan ini kemungkinan terbatas. Pembebasan hanya beberapa sandera serta jeda singkat dalam konflik panjang yang telah berlangsung lebih dari setahun diperkirakan menjadi hasil awal.

Dukungan Internasional dan Negosiasi Intensif

Optimisme muncul seiring kunjungan penasihat keamanan nasional Presiden AS, Joe Biden, Jake Sullivan, yang berencana bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Kamis. Selain itu, Sullivan juga dijadwalkan untuk mengadakan diskusi dengan para mediator di Mesir dan Qatar, yang bersama AS menjadi penghubung penting dalam proses negosiasi ini.

Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump juga menegaskan perlunya pembebasan segera sandera sebelum ia mengambil alih jabatan dari Biden pada Januari mendatang. Trump memperingatkan konsekuensi serius jika permintaannya tidak dipenuhi.

Utusan khusus yang ditunjuk Trump, Adam Boehler, menambahkan bahwa waktu adalah faktor penting dalam negosiasi ini. Ia mengimbau agar pihak yang menahan sandera segera mencapai kesepakatan sebelum situasi semakin rumit dan korban jiwa dari pihak Hamas meningkat.

Jumlah Sandera dan Situasi di Gaza

Hingga kini, pemerintah Israel melaporkan bahwa sekitar 100 sandera masih berada di Gaza, termasuk tujuh warga negara AS. Konflik di wilayah ini terus memakan korban jiwa, dengan laporan terbaru dari kantor berita Palestina WAFA menyebutkan bahwa 35 warga Palestina tewas dalam pemboman Israel pada Kamis dini hari.

Di sisi lain, serangan penembakan di Tepi Barat yang diduga dilakukan oleh warga Palestina terhadap sebuah bus Israel menyebabkan tewasnya seorang anak berusia sekitar 12 tahun, menurut laporan layanan darurat Israel.

Kesimpulan

Upaya diplomasi yang melibatkan berbagai pihak internasional diharapkan dapat membuka jalan menuju perdamaian sementara di Gaza. Meski masih terdapat tantangan, proses negosiasi ini membawa secercah harapan bagi keluarga para sandera dan masyarakat yang terdampak konflik.

Qatar Hentikan Mediasi Perang Gaza, Nasib Gencatan Senjata Sirna?

Pada 12 November 2024, Qatar mengumumkan penghentian upayanya untuk memediasi gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hamas yang terlibat dalam konflik di Gaza. Keputusan ini datang setelah berbulan-bulan intensif melakukan diplomasi di tengah eskalasi kekerasan yang tidak kunjung mereda. Akibat penghentian mediasi ini, harapan untuk tercapainya gencatan senjata yang dapat mengakhiri pertempuran di Gaza pun semakin sirna, meninggalkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi ribuan warga sipil yang terdampak.

Qatar, yang dikenal sebagai salah satu pemain kunci dalam diplomasi Timur Tengah, telah berusaha keras untuk menjadi mediator dalam konflik Gaza sejak dimulainya pertempuran besar pada Oktober 2024. Namun, sumber-sumber diplomatik mengungkapkan bahwa mediasi Qatar terhenti setelah tidak ada kemajuan signifikan dalam negosiasi antara kedua belah pihak. Ketegangan antara Israel dan Hamas tetap tinggi, sementara adanya hambatan dalam merumuskan kesepakatan damai yang dapat diterima oleh semua pihak menjadi faktor utama penghentian upaya tersebut.

Keputusan Qatar untuk menghentikan mediasi menambah kompleksitas situasi di Gaza, yang sudah berada dalam keadaan krisis kemanusiaan. Ribuan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak, telah menjadi korban dalam pertempuran yang terus berlangsung, dan fasilitas kesehatan serta infrastruktur penting telah hancur. Penghentian mediasi ini juga membuat peluang tercapainya gencatan senjata semakin kecil, mengingat upaya mediasi dari negara lain, seperti Mesir dan Turki, juga belum membuahkan hasil yang signifikan.

Penghentian mediasi Qatar disambut dengan kekhawatiran internasional, terutama dari negara-negara Barat dan PBB, yang mendesak agar pihak-pihak yang terlibat segera kembali ke meja perundingan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menyatakan bahwa mereka akan terus berupaya memberikan dukungan diplomatik untuk mencapai solusi damai. Namun, dengan berkurangnya upaya mediasi, banyak pihak yang pesimistis mengenai tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat.

Penghentian mediasi oleh Qatar menggarisbawahi betapa sulitnya mencapai gencatan senjata yang tahan lama dalam konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini. Dengan ketegangan yang terus memuncak, dan tanpa adanya solusi yang jelas, nasib warga Gaza semakin tidak menentu. Di tengah kegagalan diplomatik ini, dunia internasional harus terus mencari cara untuk mendorong kedua belah pihak agar kembali ke jalur perundingan demi mengakhiri penderitaan yang sudah terlalu lama berlangsung.