Tag Archives: Ekonomi Indonesia

https://orkutluv.com

Mendorong Transformasi Pasar Modal Indonesia: Dukungan untuk Danantara sebagai Liquidity Provider

Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memberikan dukungannya terhadap langkah Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang berencana menjadi pemasok likuiditas (liquidity provider) di pasar modal Indonesia. Wijayanto menilai inisiatif Danantara ini sangat positif dan perlu mendapat dukungan yang lebih besar. Menurutnya, pasar modal Indonesia perlu adanya transformasi yang lebih serius agar dapat mengoptimalkan potensi strategisnya yang selama ini sering kali diabaikan.

Wijayanto menyarankan agar insentif lebih banyak diberikan, tata kelola pasar diperbaiki, serta regulasi pasar modal terus diperbarui agar sektor ini bisa berkembang dengan lebih optimal. Ia juga menekankan pentingnya pasar modal sebagai etalase ekonomi Indonesia, yang memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi nasional. Bila pasar modal dalam keadaan sehat, investor akan tertarik dan ikut berinvestasi, sehingga dapat merangsang perekonomian negara.

Lebih lanjut, Wijayanto menyatakan bahwa pasar modal seharusnya bukan hanya menjadi tempat permainan para elit, melainkan sebuah platform yang dapat mendistribusikan kesejahteraan kepada masyarakat luas, terutama melalui dana pensiun, asuransi, dan reksadana yang berinvestasi di bursa efek. Dengan adanya investasi domestik yang lebih kuat, pasar modal Indonesia akan semakin berkembang.

Sebelumnya, Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Danantara untuk mendorong lembaga jasa keuangan milik pemerintah agar lebih aktif berinvestasi di pasar modal. Ia berharap langkah ini dapat memperkuat sektor riil dan mendalami sektor keuangan lebih lanjut. Untuk mengatasi dampak sentimen global, OJK juga telah mengeluarkan kebijakan seperti buyback saham tanpa RUPS dan penyesuaian batasan auto rejection.

Rupiah Menguat Tipis, Sentimen Positif dari AS Jadi Angin Segar

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan ringan setelah data inflasi AS dirilis lebih rendah dari perkiraan pasar. Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah ditutup pada level Rp16.790 per dolar AS pada Jumat, 11 April 2025, atau menguat tipis sebesar 0,03%. Posisi ini nyaris sama dengan penutupan hari sebelumnya di angka Rp16.795 per dolar AS, yang kala itu mencatatkan penguatan sebesar 0,39%. Namun, secara mingguan, rupiah masih mengalami pelemahan sebesar 1,42%, menunjukkan adanya tekanan dari tren jangka pendek.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat turun signifikan sebesar 0,92% menjadi 99,94 pada pukul 14:54 WIB, turun dari posisi penutupan sebelumnya di angka 100,87. Penurunan ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir. Melemahnya dolar AS dipicu oleh data inflasi tahunan Negeri Paman Sam yang terus menurun. Pada Maret 2025, inflasi tercatat sebesar 2,4% secara tahunan (year-on-year), turun dari 2,8% di Februari dan lebih rendah dari proyeksi 2,6%. Ini merupakan level terendah sejak September, memberikan harapan akan kebijakan moneter yang lebih longgar dari The Fed.

Dari sisi global, ketegangan terkait tarif perdagangan yang dipicu oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, mulai mereda setelah ia memutuskan menunda kenaikan tarif selama 90 hari untuk sebagian besar negara. Keputusan ini disampaikan melalui unggahannya di platform X, di mana ia menyebutkan bahwa lebih dari 75 negara mitra dagang memilih berdiskusi daripada melakukan pembalasan. Langkah ini memberikan ketenangan bagi pasar, termasuk nilai tukar rupiah yang perlahan mulai pulih.

Tarif 32 Persen dari Trump Dinilai Tak Guncang Ekonomi RI, ADB Ungkap Alasannya

Kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, dinilai tidak akan membawa dampak besar terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Pandangan ini disampaikan oleh Nguyen Ba Hung, Ekonom Bidang Asia Tenggara dari Bank Pembangunan Asia (ADB), dalam pemaparan Asian Development Outlook (ADO) April 2025. Ia menegaskan bahwa ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar dua persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga paparan terhadap kebijakan tersebut masih tergolong rendah. Terlebih lagi, struktur ekonomi Indonesia lebih ditopang oleh konsumsi dalam negeri serta investasi, bukan dari ekspor. Nguyen menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif tersebut lebih didorong oleh keberhasilan Indonesia menjaga surplus neraca perdagangannya dengan Amerika Serikat, bukan semata-mata faktor proteksionisme. Meski begitu, ia mengakui bahwa pihaknya belum dapat memberikan taksiran kuantitatif terhadap dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, mengingat situasinya masih terlalu dini untuk dianalisis secara matematis. Presiden Donald Trump sendiri telah mengumumkan kebijakan tarif impor minimum sebesar 10 persen terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia yang berada di peringkat kedelapan dalam daftar dengan tarif mencapai 32 persen. Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan justru melihat adanya potensi positif dalam pergeseran posisi Indonesia dalam rantai perdagangan global. Ia menilai bahwa langkah Amerika ini bisa menjadi peluang strategis untuk menarik lebih banyak investasi asing dan menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baru di kawasan.

Ekonomi Indonesia Tahan Banting di Tengah Goncangan Global

Ekonomi Indonesia dinilai cukup tangguh dalam menghadapi dinamika pasar global yang tidak menentu. Menurut Kepala Riset Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, potensi pemulihan pasar saham Indonesia cukup besar, apalagi dengan adanya aliran dana asing yang masuk. Meskipun selama libur pasar saham, nilai ETF Indonesia sempat turun hingga 10 persen, diperkirakan investor institusional, baik lokal maupun asing, akan kembali aktif karena likuiditas tunai yang tinggi setelah penjualan ekuitas sebelum libur panjang Idul Fitri.

Satria menyoroti bahwa Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat, yang hanya menyumbang sekitar dua persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia yang masing-masing bergantung sebesar 11 persen dan 10 persen. Bahkan meski produk Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32 persen oleh AS, tarif tersebut masih lebih rendah dibanding negara pesaing seperti Tiongkok dan Bangladesh.

Penurunan harga minyak dunia sebesar 15 persen dan pelemahan rupiah sekitar 5 persen justru dianggap menjadi peluang, karena bisa mendongkrak daya saing ekspor manufaktur serta menarik minat investor asing terhadap instrumen keuangan Indonesia. Meski nilai tukar rupiah kini di kisaran Rp17.000 per dolar AS, depresiasi ini justru dilihat sebagai perlindungan alami terhadap efek kebijakan tarif dari AS. Satria juga menyatakan optimisme bahwa tanda-tanda pemulihan pasar global bisa lebih cepat terjadi, bahkan melampaui pemulihan pasca krisis tahun 2020.

Harga Emas Antam Merosot Drastis, Peluang atau Ancaman?

Harga emas batangan yang diproduksi oleh PT Antam Tbk tercatat mengalami penurunan cukup tajam pada hari Sabtu, menurut data yang diperoleh dari laman resmi Logam Mulia. Harga per gram emas turun sebesar Rp38.000, dari Rp1.819.000 menjadi Rp1.781.000. Penurunan ini juga berdampak pada harga buyback atau harga jual kembali, yang kini berada di angka Rp1.633.000 per gram.

Kondisi ini menjadi perhatian para investor dan kolektor emas, mengingat fluktuasi harga bisa menjadi peluang atau justru risiko dalam berinvestasi. Bagi mereka yang ingin menjual emas ke Antam dengan nilai lebih dari Rp10 juta, akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Tarif pajak yang dikenakan adalah 1,5 persen bagi pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 3 persen bagi yang tidak memiliki NPWP. Pajak ini langsung dipotong dari total nilai buyback yang diterima.

Untuk pembelian emas, konsumen juga akan dikenai PPh 22, yakni sebesar 0,45 persen untuk yang memiliki NPWP dan 0,9 persen bagi non-NPWP. Setiap transaksi akan disertai bukti potong PPh 22 sebagai bukti pembayaran pajak.

Harga emas juga bervariasi tergantung beratnya. Misalnya, emas 0,5 gram dijual Rp940.500, 1 gram seharga Rp1.781.000, dan 10 gram dibanderol Rp17.305.000. Untuk ukuran terbesar, yaitu 1.000 gram, harganya mencapai Rp1.721.600.000. Dengan kondisi pasar saat ini, masyarakat dihadapkan pada pilihan: membeli saat harga turun, atau menunggu harga stabil terlebih dahulu.

Misbakhun Desak BI Stabilkan Rupiah Usai Trump Terapkan Tarif Resiprokal

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, meminta Bank Indonesia (BI) segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Seruan ini disampaikan sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump. Menurut Misbakhun, momen libur Lebaran merupakan waktu strategis bagi BI untuk menguji kebijakan stabilisasi yang paling tepat sebelum pasar kembali aktif.

Ia menekankan pentingnya menjaga nilai tukar rupiah agar tidak menembus batas psikologis yang bisa menimbulkan dampak ekonomi lebih luas. Dalam pandangannya, tekanan terhadap rupiah akan makin kuat seiring prediksi penurunan suku bunga oleh The Fed sebagai respons atas inflasi tinggi di AS. Penurunan suku bunga ini, kata dia, bisa menciptakan ketidakpastian baru dan menekan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk memengaruhi stabilitas nilai tukar di pasar uang.

Lebih lanjut, Misbakhun menyoroti potensi dampak kebijakan tarif AS terhadap ekspor Indonesia. Pada 2024, ekspor Indonesia ke AS mencapai 26,4 miliar dolar AS atau 9,9 persen dari total ekspor nasional. Ia khawatir tarif 32 persen yang diberlakukan mulai 9 April 2025 akan menekan daya saing produk ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, CPO, dan elektronik, yang sebagian besar merupakan industri padat karya.

Jika tekanan ini berlanjut, Misbakhun memperingatkan dampaknya bisa terasa hingga pada penerimaan negara. Ia menyebut perlu adanya penghitungan ulang terhadap target penerimaan dalam APBN 2025, mengingat sektor ekspor sangat berkontribusi terhadap pajak, bea masuk, dan PNBP.

Berita Ekonomi Terbaru: Arus Balik Lebaran, APBN untuk Infrastruktur, dan Laporan SPT

Perekonomian Indonesia tengah diwarnai berbagai perkembangan penting, mulai dari arus balik Lebaran hingga kebijakan fiskal pemerintah. PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) memperkirakan puncak arus balik libur Idul Fitri 1446 H akan terjadi pada 6-7 April 2025 di 37 bandara yang dikelolanya. Pergerakan penumpang diprediksi meningkat signifikan pada tanggal tersebut, seiring dengan kembalinya masyarakat ke kota asal setelah libur panjang. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki peran besar dalam pembangunan daerah, terutama sektor pariwisata dan infrastruktur jalan tol. Pemerintah terus mengalokasikan anggaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, yang diharapkan berdampak positif bagi masyarakat. Dalam bidang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat bahwa jumlah wajib pajak yang telah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak 2024 mencapai 12,34 juta hingga 1 April 2025. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat terhadap kewajiban pajak semakin meningkat. Dari sisi perekonomian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian menilai bahwa stabilnya harga pangan menjadi faktor utama dalam perbaikan ekonomi pasca-Lebaran. Inflasi yang terkendali membantu menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi domestik. Selain itu, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) memberikan kontribusi dalam arus balik Lebaran dengan menyediakan 400 tiket gratis bagi masyarakat yang melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Batam. Langkah ini diharapkan dapat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat yang kembali ke daerah asalnya. Berbagai perkembangan ini mencerminkan dinamika ekonomi yang terus bergerak seiring dengan berbagai kebijakan dan kondisi pasca-Lebaran.

Rupiah Menguat Tipis di Awal Perdagangan, Stabil di Tengah Tekanan Global

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan tipis pada pembukaan perdagangan Rabu pagi di Jakarta. Rupiah naik 8 poin atau sekitar 0,05 persen, menjadi Rp16.604 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.612 per dolar AS. Meskipun penguatan ini relatif kecil, pergerakan rupiah menunjukkan daya tahan terhadap tekanan eksternal yang masih berlangsung.

Penguatan ini mencerminkan stabilitas rupiah di tengah tekanan ekonomi global yang bergejolak. Sentimen investor terhadap aset berisiko tetap cukup stabil, sementara faktor eksternal seperti kebijakan moneter bank sentral AS dan fluktuasi harga komoditas turut memengaruhi pergerakan mata uang Indonesia. Prospek kebijakan suku bunga The Fed dan perkembangan geopolitik global juga menjadi faktor yang terus dipertimbangkan oleh para pelaku pasar.

Di sisi lain, pelaku pasar domestik terus memantau kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga keseimbangan nilai tukar. Otoritas moneter mengambil langkah strategis, seperti intervensi di pasar valas serta pengendalian inflasi, guna memastikan kestabilan rupiah di tengah ketidakpastian global. Selain itu, upaya untuk memperkuat cadangan devisa juga menjadi salah satu strategi utama dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.

Faktor lain yang turut menopang pergerakan rupiah adalah arus investasi asing dan kinerja ekspor yang tetap kuat di beberapa sektor. Meskipun pasar masih berpotensi menghadapi volatilitas akibat berbagai faktor eksternal, optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik tetap tinggi. Pemerintah dan Bank Indonesia terus mengawasi dinamika pasar guna menjaga stabilitas ekonomi nasional dan memastikan rupiah tetap berada dalam kisaran yang terkendali. Dengan pengelolaan kebijakan yang tepat, diharapkan rupiah mampu bertahan dan terus menguat dalam jangka panjang.

Investor Global Masih Percaya, Indonesia Tarik Modal Asing Signifikan

Kepercayaan investor internasional terhadap stabilitas ekonomi dan fiskal Indonesia tetap tinggi. Hal ini terlihat dari aliran investasi asing yang masuk mencapai sekitar 875 juta dolar AS sejak awal 2025 hingga pertengahan Maret 2025. Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, menyatakan bahwa pencapaian ini menunjukkan kuatnya pengelolaan fiskal Indonesia, yang juga didukung oleh daya tarik Surat Utang Negara (SUN) yang kompetitif.

Yield obligasi negara tetap stabil meskipun pasar keuangan global mengalami gejolak. SUN tenor 10 tahun menunjukkan daya saing yang tinggi, membuktikan bahwa risiko investasi di Indonesia masih dalam batas wajar dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Stabilitas ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang solid, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03 persen secara tahunan pada 2024. Konsumsi domestik yang kuat, inflasi yang terkendali meskipun sempat mengalami deflasi 0,09 persen, serta performa positif sektor manufaktur dan perdagangan menjadi faktor pendorong utama.

Minat investor global terhadap SUN juga tercermin dalam surplus neraca pembayaran tahun 2024 sebesar 7,2 miliar dolar AS. Peningkatan arus modal masuk ke SBN sepanjang 2024 mencapai 3,18 miliar dolar AS, menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap instrumen keuangan Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil lelang SBN pada 18 Maret 2025, yang mencatat penawaran sebesar Rp61,76 triliun dengan bid-to-cover ratio yang cukup tinggi.

Pemerintah terus menerapkan disiplin fiskal yang ketat, dibuktikan dengan surplus keseimbangan primer sebesar Rp48,1 triliun di awal 2025. Efisiensi belanja dilakukan dengan tetap mempertahankan anggaran prioritas seperti perlindungan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa hasil lelang SUN terbaru mencerminkan kepercayaan pasar terhadap pengelolaan fiskal Indonesia, dengan penawaran masuk yang mencapai Rp61,75 triliun, atau 2,38 kali lipat dari target indikatif Rp26 triliun.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Dewan Ekonomi Nasional untuk membahas deregulasi sektor padat karya, termasuk industri tekstil. Pertemuan ini melibatkan Sri Mulyani, Airlangga Hartarto, dan Luhut Binsar Pandjaitan, guna memperkuat sektor industri dalam negeri.

Defisit APBN Awal 2025 Mengkhawatirkan, Reformasi Fiskal Mendesak

Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 28 Februari 2025 yang mencapai Rp31,2 triliun atau 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai tanda perlunya reformasi fiskal yang mendalam. Selain defisit, pendapatan negara dan penerimaan pajak juga mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data APBN KiTa edisi Februari 2025, pendapatan negara hanya mencapai Rp316,9 triliun atau turun 20,85 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp400,4 triliun. Penerimaan pajak juga merosot tajam sebesar 30,19 persen, dari Rp269,02 triliun pada Februari 2024 menjadi Rp187,8 triliun tahun ini.

Achmad menyoroti bahwa implementasi sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, menjadi salah satu faktor yang menghambat pemungutan pajak. Sistem yang seharusnya mempercepat modernisasi perpajakan justru menimbulkan kendala bagi wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak, sehingga berdampak pada rendahnya penerimaan negara. Di sisi lain, belanja negara tetap berada di angka tinggi, mencapai Rp348,1 triliun, meski sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp374,32 triliun.

Kondisi ini membuat APBN mencatatkan defisit untuk pertama kalinya sejak 2021, berbanding terbalik dengan surplus Rp26,04 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Achmad menegaskan bahwa tahun 2025 bukanlah tahun fiskal biasa dan pemerintah perlu menata ulang prioritas belanja agar lebih tepat sasaran. Program yang tidak langsung berkontribusi pada pemulihan ekonomi atau pengentasan kemiskinan perlu dievaluasi. Ia juga memperingatkan risiko defisit yang bisa membengkak hingga Rp800 triliun atau sekitar tiga persen dari PDB jika tidak ada langkah antisipatif.

Sebagai solusi, Achmad merekomendasikan tiga langkah strategis, yakni audit independen terhadap sistem Coretax untuk memperbaiki hambatan teknis, peninjauan ulang belanja negara dengan fokus pada kesejahteraan masyarakat, serta diversifikasi sumber pendapatan negara melalui optimalisasi dividen BUMN dan efisiensi aset negara. Ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan reformasi fiskal yang nyata dan terukur agar tidak terjebak dalam lingkaran defisit yang terus melebar.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa defisit sebesar Rp31,2 triliun masih berada dalam target APBN 2025, yaitu Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.