Tag Archives: Diplomasi Perdagangan

https://orkutluv.com

Strategi Sri Mulyani Redam Gejolak Tarif AS dan Buka Peluang Baru untuk Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keyakinannya bahwa strategi Indonesia dalam merespons kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) mampu meredakan ketidakstabilan sekaligus membuka peluang pertumbuhan ekonomi baru. Dalam wawancara di sela-sela IMF-World Bank Spring Meetings 2025, Sri Mulyani menjelaskan bahwa langkah-langkah yang telah dipersiapkan pemerintah tak hanya meredam gejolak, tetapi juga memperluas jalan menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Pendekatan dialogis menjadi strategi utama Indonesia dalam bernegosiasi dengan Pemerintah AS, dengan memahami perspektif mereka dan menawarkan opsi untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia. Bersamaan dengan itu, Indonesia terus melakukan deregulasi serta reformasi administratif untuk mengurangi berbagai hambatan tarif dan non-tarif. Selain fokus pada negosiasi bilateral, Indonesia juga menjajaki diversifikasi pasar ekspor melalui kerja sama dengan mitra seperti ASEAN Plus Three dan Uni Eropa.

Sebelumnya, Menkeu AS Scott Bessent memperkirakan upaya penyeimbangan defisit perdagangan akan membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga tahun. Sejak penerapan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia, pemerintah bergerak cepat melakukan diplomasi dagang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Indonesia mendapat apresiasi dari Pemerintah dan pelaku usaha AS berkat respons cepat dan proposal kerja sama yang menyeluruh. Saat ini, Indonesia dan AS tengah membahas secara teknis beberapa poin penting untuk mencapai solusi konkret, ditandai dengan penandatanganan Non-Disclosure Agreement (NDA) terkait Bilateral Agreement on Reciprocal Trade, Investment, and Economic Security.

Langkah Strategis Indonesia: Jadi Negara Prioritas dalam Negosiasi Tarif Resiprokal dengan AS

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara pertama yang diterima Amerika Serikat untuk membuka negosiasi terkait tarif resiprokal. Hal ini merespons kebijakan yang sempat diumumkan Presiden AS saat itu, Donald Trump. Dalam konferensi pers bertajuk “Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat” yang diselenggarakan di Washington, DC, dan dipantau secara daring dari Jakarta, Airlangga menyebut bahwa selain Indonesia, negara lain seperti Jepang, Vietnam, dan Italia juga telah melakukan komunikasi serupa.

Delegasi Indonesia secara aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah pejabat AS, termasuk melalui pertemuan daring dengan Secretary of Commerce, Howard Lutnick. Hasil dari pembicaraan ini menunjukkan bahwa kedua negara sepakat untuk menyelesaikan proses negosiasi dalam kurun waktu 60 hari, dengan harapan tercapainya kesepakatan yang saling menguntungkan. AS pun menanggapi secara positif berbagai usulan yang disampaikan Indonesia.

Dalam surat resmi, Indonesia menyatakan komitmennya untuk meningkatkan pembelian energi dari AS, seperti LPG, minyak mentah, dan gasoline. Selain itu, Indonesia juga merencanakan pembelian produk agrikultur seperti gandum, kacang kedelai, susu kedelai, serta barang-barang modal. Pemerintah juga menunjukkan komitmen untuk mempermudah perizinan dan memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia.

Indonesia turut mendorong kerja sama di bidang mineral kritis dan prosedur impor produk hortikultura. Tak hanya itu, kerja sama sumber daya manusia juga menjadi fokus, termasuk sektor pendidikan, teknologi, digital ekonomi, hingga layanan keuangan, sebagai upaya memperkuat hubungan bilateral ke depannya.