Harga minyak mentah global mengalami peningkatan pada Jumat, 10 Januari 2025. Kenaikan ini dipengaruhi oleh cuaca dingin ekstrem yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Kondisi suhu rendah di kedua wilayah tersebut meningkatkan permintaan bahan bakar pemanas, sehingga mendorong naiknya harga minyak.
Harga minyak mentah Brent tercatat naik sebesar 24 sen atau sekitar 0,3 persen, mencapai US$77,16 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal AS mengalami peningkatan 26 sen atau sekitar 0,4 persen, menjadi US$74,18 per barel. Kenaikan ini mencerminkan reaksi pasar terhadap lonjakan permintaan energi di tengah musim dingin.
Menurut analis JPMorgan, salah satu penyebab utama kenaikan harga minyak adalah meningkatnya kekhawatiran terkait potensi gangguan pasokan. Situasi ini diperburuk oleh pengetatan sanksi internasional serta menipisnya cadangan minyak. Selain itu, cuaca dingin yang meluas di AS dan Eropa semakin menambah tekanan terhadap kebutuhan energi untuk pemanas dan bahan bakar lainnya.
Layanan Cuaca Nasional AS memprediksi bahwa suhu di wilayah tengah dan timur negara tersebut akan tetap berada di bawah rata-rata dalam waktu dekat. Eropa juga menghadapi kondisi cuaca yang serupa, dengan perkiraan cuaca dingin ekstrem yang berlangsung hingga awal tahun 2025. Kondisi ini terus mendorong harga minyak mentah naik seiring meningkatnya permintaan.
JPMorgan memproyeksikan permintaan minyak global akan tumbuh secara signifikan pada kuartal pertama 2025, dengan peningkatan sekitar 1,6 juta barel per hari. Kebutuhan energi ini terutama berasal dari sektor pemanas, minyak tanah, dan LPG, yang sangat diperlukan selama musim dingin.
Meskipun harga minyak naik, penguatan nilai dolar AS selama enam minggu berturut-turut berpotensi memberikan dampak pada pergerakan harga lebih lanjut. Penguatan dolar membuat harga minyak lebih mahal bagi negara-negara yang menggunakan mata uang selain dolar. Namun, hal ini tampaknya tidak menghambat tren kenaikan harga minyak di pasar global.
Di sisi lain, analis memperingatkan potensi tekanan tambahan pada pasokan minyak. Presiden AS, Joe Biden, dikabarkan akan mengumumkan sanksi baru yang berfokus pada ekonomi Rusia, termasuk industri minyaknya. Langkah ini berpotensi mengganggu pasokan minyak global yang sudah rapuh dan memperburuk ketegangan di pasar energi dunia.
Dalam situasi ini, pasar minyak internasional akan terus mengamati perkembangan sanksi dan dampaknya terhadap pasokan, terutama saat musim dingin yang masih memicu permintaan tinggi untuk bahan bakar pemanas di berbagai negara besar.