Pada Senin, 13 Januari 2025, Bloomberg News melaporkan bahwa China tengah mengeksplorasi kemungkinan menjual operasional TikTok di Amerika Serikat kepada miliarder Elon Musk. Langkah ini muncul di tengah ancaman dari pemerintah AS yang berencana memblokir aplikasi media sosial tersebut, dengan alasan potensi ancaman terhadap keamanan nasional. TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan induk ByteDance, diberi tenggat waktu hingga 19 Januari 2025 untuk melakukan penjualan.
Menurut sumber yang berbicara kepada Bloomberg secara anonim, salah satu opsi yang sedang dibahas adalah penggabungan TikTok dengan perusahaan media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang dimiliki oleh Elon Musk. Nilai operasional TikTok di AS diperkirakan mencapai antara 40 hingga 50 miliar dolar AS (sekitar Rp 650 triliun hingga Rp 813 triliun), angka yang cukup besar untuk transaksi ini.
Elon Musk, yang saat ini menduduki posisi sebagai orang terkaya di dunia, belum mengungkapkan bagaimana dia berencana untuk menyelesaikan pembelian tersebut. Meskipun demikian, langkah ini menarik perhatian mengingat pengaruh besar Musk di dunia bisnis, terutama setelah akuisisinya terhadap Twitter.
Pada tahun lalu, pemerintah AS mengeluarkan perintah yang mewajibkan ByteDance untuk menjual TikTok atau menghentikan operasional aplikasi tersebut di AS. Perintah ini mulai berlaku pada 19 Januari 2025, sehari sebelum pelantikan Presiden terpilih Donald Trump. AS menuduh TikTok memberikan akses kepada pemerintah China untuk mengumpulkan data pengguna dan menyebarkan propaganda, tuduhan yang dibantah oleh pihak TikTok dan ByteDance.
TikTok pun menentang keputusan ini dengan mengajukan banding, yang akhirnya dibawa ke Mahkamah Agung AS. Dalam sidang pada 10 Januari 2025, mayoritas hakim tampak ragu terhadap klaim bahwa perintah tersebut melanggar hak kebebasan berbicara yang dijamin oleh Amendemen Pertama.
Meski demikian, penjajakan penjualan TikTok kepada Elon Musk masih berada dalam tahap awal, dan belum ada keputusan resmi dari pihak berwenang China. Belum jelas pula sejauh mana ByteDance mengetahui rencana ini, sementara pemerintah China masih mempertimbangkan langkah selanjutnya.
Sebagai sekutu dekat Donald Trump, Musk diprediksi akan memainkan peran penting dalam hubungan AS-China selama masa jabatan kedua Trump. Tesla, perusahaan mobil listrik yang dimiliki Musk, memiliki pabrik besar di China dan menjadikan negara tersebut sebagai salah satu pasar utama untuk kendaraan listrik.